Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pemerintah Pengganti Undang – Undang No, 1 tahun 2020 semenjak tanggal 31 Maret 2020 lalu, pemerintah pusat berusaha menggenjot pendapatan negara melalui segala sektor dalam rangka mengatasi dampak pandemi COVID-19. Hal ini termaktub di dalam bunyi Pasal 6 di dalam Perppu tersebut:
“Pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, dan/atau penyelenggara PMSE (Perdagangan Melalui Sistem Elektronik) luar negeri yang memenuhi ketentuan kehadiran ekonomi yang signifikan dapat diberlakukan sebagai badan usaha tetap dan dikenakan pajak penghasilan (PPh)”
Pemajakan digital nantinya akan dilakukan melalui pemungutan dan penyetoran pajak pertambahan nilai atau PPN atas impor barang tidak berwujud dan jasa oleh platform luar negeri. Kemudian, pengenaan Pajak Penghasilan atau PPh kepada subjek pajak luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan alias significant economic presence di Indonesia dengan perdagangan melalui sistem elektronik.
Hal ini mempunyai dampak langsung ke sektor penerimaan pajak dari perusahaan – perusahaan yang bergerak di sektor non-riil seperti layanan berbasis streaming seperti Netflix dan Zoom. Yang selama ini tidak ambil bagian sebagai objek pajak di negara ini.
Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah melalui Kementrian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) berhak untuk melakukan pemblokiran terhadap layanan dalam jaringan (daring) perusahaan – perusahaan teknologi nakal yang tidak taat pajak seperti yang tertuang di dalam payung hukum ini.
Himbauan pemerintah untuk isolasi diri semenjak Maret silam jelas akan berkontribusi pada peningkatan transaksi ekonomi digital selama masa – masa pandemi ini. Hal ini senada dengan ucapan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati pada konferensi pers di sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Rabu 01/04/2020 berikut ini,
“Keputusan memungut pajak digital ini untuk menjaga basis pajak pemerintah. Seperti hari ini kita memakai Zoom atau banyak yang melakukan streaming seperti Netflix. Perusahaan tersebut tidak ada di Indonesia, tetapi pergerakan ekonomi karena aplikasi ini sangat besar.”
Pernyataan Sri Mulyani terkait peningkatan penggunaan layanan ini juga dibuktikan dengan tren peningkatan nilai saham Netflix secara keseluruhan yang terus menguat secara global semenjak 16 Maret silam.
Jika perusahaan – perusahaan teknologi ini menerima tentunya hal ini dapat menjadi angin segar bagi pemasukan anggaran negara, mengingat pemerintah telah menyiapkan berbagai program, kebijakan hingga relaksasi untuk menangani dampak ekonomi yang ditimbulkan dari wabah COVID-19 melalui sederet kebijakan insentif pajak yang menguntungkan sektor – sektor dalam negeri dalam satu tahun ke depan.
Di samping itu, implementasi Perppu ini tentunya merupakan suatu terobosan yang cukup besar bagi perekonomian digital di Indonesia. Sebab sebelumnya, pemerintah memang kesulitan memungut pajak beberapa perusahaan – perusahaan berbasis teknologi tersebut. Isu penarikan pajak terhadap perusahaan berbasis teknologi telah menjadi pekerjaan rumah yang cukup berat bagi kementerian – kementerian terkait semenjak pelantikan Kabinet Indonesia Maju pada akhir Oktober 2019 silam. Kementerian Keuangan sebenarnya sudah mencoba melakukan ini melalui aturan RUU Omnibus Law Perpajakan yang masih dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang tak kunjung rampung.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apakah pemerintah melalui Kemenkominfo dan Kemenkeu akan membiarkan proses ini berlangsung secara berlarut – larut atau menyudahinya dengan menggunakan momentum pandemi saat ini? Akankah wabah COVID-19 saat ini dapat kita jadikan silver linings dari pembenahan sistem perpajakan digital kita? Hanya waktu yang dapat menjawab.









