DJP Klaim Dampak Kenaikan PPN Hanya 0,9 Persen, Benarkah?

PPN 12 Persen: Klaim Dampak 0,9 Persen Perlu Dikaji Ulang, Ini Simulasi Benarnya

 

Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan sebelumnya menyatakan bahwa dampak kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen hanya akan menyebabkan kenaikan harga sebesar 0,9 persen. Hal ini disampaikan dalam keterangan pers resmi DJP pada Sabtu (21/12). Namun, simulasi perhitungan yang lebih rinci menunjukkan bahwa klaim ini perlu dikaji ulang karena dampak sebenarnya terhadap harga akhir barang bisa lebih signifikan, terutama bagi konsumen.

 

 

Klaim Awal Ditjen Pajak

 

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa dampak kenaikan tarif PPN ini tidak akan terlalu membebani konsumen. Sebagai ilustrasi, untuk barang dengan harga jual Rp10.000, PPN sebesar 11 persen menghasilkan tambahan pajak Rp1.100, sehingga harga total menjadi Rp11.100. Dengan tarif baru 12 persen, pajaknya naik menjadi Rp1.200. Selisih kenaikan ini, menurut Ditjen Pajak, hanya Rp100, yang setara dengan 0,9 persen dari harga sebelumnya.

 

Namun, perhitungan ini terbatas pada ilustrasi sederhana dan belum memperhitungkan rantai distribusi yang melibatkan beberapa tahapan, seperti pabrik, distributor, dan toko, sebelum barang sampai ke konsumen akhir.

 

 

Baca juga: Benarkah Transaksi Cashless Kena Pajak PPN? Simak Perhitungannya

 

 

Simulasi Perhitungan yang Lebih Mendetail

 

Simulasi berikut menggambarkan bagaimana kenaikan tarif PPN memberikan dampak kumulatif di setiap tahapan rantai distribusi hingga ke konsumen. Angka dan mekanisme telah disesuaikan untuk memberikan ilustrasi yang lebih akurat.

 

  1. Tahap Pabrik ke Distributor
    • Harga dasar barang: Rp8.000
    • PPN yang dikenakan: 12 persen dari Rp8.000, yaitu Rp960
    • Harga setelah PPN: Rp8.960
    • Distributor menetapkan harga jual ke toko, termasuk margin laba, sebesar Rp14.000.
  2. Tahap Distributor ke Toko
    • Harga dasar distributor: Rp14.000 (termasuk margin dan PPN dari pabrik).
    • PPN yang dikenakan: 12 persen dari Rp14.000, yaitu Rp1.680
    • Harga jual ke toko setelah PPN: Rp15.680.
  3. Tahap Toko ke Konsumen
    • Harga dasar toko: Rp15.680 (termasuk margin dan PPN sebelumnya).
    • PPN yang dikenakan: 12 persen dari Rp15.680, yaitu Rp1.881,6 (dibulatkan ke atas menjadi Rp1.882).
    • Harga jual ke konsumen setelah PPN: Rp17.562.

 

Dari simulasi ini terlihat bahwa kenaikan tarif PPN memberikan efek kumulatif di setiap tahap distribusi. Harga akhir barang untuk konsumen adalah Rp17.562, yang mencerminkan akumulasi PPN di setiap tahap rantai pasok.

 

 

Perbandingan dengan Klaim 0,9 Persen

 

Jika dibandingkan dengan klaim Ditjen Pajak yang menyebut dampak kenaikan hanya 0,9 persen, simulasi ini menunjukkan bahwa kenaikan PPN sebesar 1 persen dapat memiliki efek yang lebih signifikan, terutama dalam rantai distribusi. Kenaikan tarif sebesar 1 persen tidak hanya berdampak pada harga barang di satu tahap, tetapi juga terakumulasi hingga mencapai konsumen akhir.

 

Sebagai contoh, perhitungan sederhana untuk barang dengan harga dasar Rp10.000 tanpa mempertimbangkan rantai distribusi mungkin menunjukkan dampak yang kecil. Namun, untuk barang dengan nilai tambah tinggi dan beberapa tahap distribusi, dampak kumulatifnya bisa jauh lebih besar.

 

 

Dampak pada Konsumen dan Inflasi

 

Mengutip Antara, analisis dari Center of Economics and Law Studies (Celios) menunjukkan bahwa kenaikan PPN menjadi 12 persen dapat menambah pengeluaran rumah tangga secara signifikan. Kelompok masyarakat miskin diperkirakan akan menghadapi kenaikan pengeluaran sebesar Rp101.880 per bulan, sementara kelas menengah dapat mengalami kenaikan hingga Rp354.293 per bulan.

 

Selain itu, inflasi pre-emptive yang disebabkan oleh ekspektasi kenaikan harga juga berpotensi memperburuk dampak ini. Pelaku usaha di sektor ritel dan manufaktur cenderung menaikkan harga lebih awal untuk menjaga margin keuntungan sebelum tarif baru diterapkan. Fenomena ini sudah terlihat sejak akhir 2024 dan diperkirakan berlanjut hingga kuartal pertama 2025.

 

 

Baca juga: Inflasi Tetap Stabil Meski PPN Naik? Ini Penjelasan Bank Indonesia

 

 

Upaya Mitigasi dari Pemerintah

 

Pemerintah melalui Ditjen Pajak memastikan bahwa barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, telur, dan sayuran tetap mendapatkan fasilitas bebas PPN atau PPN 0 persen. Selain itu, jasa penting seperti kesehatan, pendidikan, dan transportasi umum juga dikecualikan dari kenaikan tarif ini.

 

Namun, untuk barang-barang yang berada di luar kategori tersebut, dampak kenaikan tarif ini tetap akan dirasakan, terutama oleh konsumen akhir. Pemerintah diharapkan dapat memberikan perhatian lebih terhadap kelompok masyarakat yang rentan terkena dampak kebijakan ini.

 

 

Baca Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News