Dianggap Tidak Relevan, Undang-Undang HPP Digugat Ke MK

Mahkamah Konstitusi (MK) telah menggelar persidangan atas pengujian formil UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) pada 15 Februari 2022. Uji formil ini diajukan oleh pemohon bernama Priyanto sejak 21 Januari 2022.

Menurut pemohon, metode omnibus yang digunakan pada UU HPP tak dikenal dalam UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP). Menurutnya, teknis omnibus law sama sekali tak dikenal dalam UU PPP, sehingga penyusunan UU HPP yang menggunakan metode omnibus law sangat melanggar UU PPP yang berarti bertentangan pula dengan UUD 1945.

Naskah lengkap UU HPP (UU 7/2021): bit.ly/PajakkuUUHPP

Pertentangan ini tercantum pada Undang-Undang (UU) No.7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang dianggap tidak inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 22A Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945. UU tersebut dianggap memiliki konsep yang tidak jelas, antara ingin melakukan perubahan undang-undang atau membentuk undang-undang baru.

Pemohon memandang MK memang sudah mengeluarkan kaidah hukum tentang metode omnibus pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020. Pada putusan tersebut, metode omnibus belum diadopsi oleh UU PPP, sehingga metode tersebut tidak dapat digunakan dalam pembentukan undang-undang. Dalam petitum, pemohon meminta MK untuk mengabulkan permohonannya serta menyatakan pembentukan UU HPP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Perlu diketahui Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 adalah putusan yang menyatakan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja cacat formil dan inkonstitusional bersyarat. Di dalamnya, tercantum pemerintah dan DPR RI selaku pembentuk undang-undang diminta untuk melakukan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja dalam waktu 2 tahun sejak putusan tersebut dipaparkan. Bila perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja ini tidak dilakukan, maka UU Cipta Kerja akan dinyatakan inkonstitusional secara permanen.

Dalam upaya melakukan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja, DPR telah berinisiatif untuk melakukan pembahasan terkait RUU Tentang Perubahan Kedua atas UU PPP. Baleg DPR RI menyusun rancangan revisi atas UU PPP yang mendefinisikan metode omnibus sebagai metode penyusunan peraturan perundang-undangan dengan materi muatan baru, menambah materi baru, atau mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dan/atau mencabut peraturan perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, serta menggabungkannya ke dalam satu peraturan perundang-undangan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.

Adapun penambahan, sebagai pembayar pajak atau taxpayer, pemohon memiliki hak konstitusional untuk mempersoalkan dan/atau mengajukan uji materiil kepada MK terhadap subjek pembangunan di bidang ekonomi yang memengaruhi kesejahteraan masyarakat termasuk bidang perpajakan. Pembentukan dan pemberlakuan UU HPP sangat berpotensi untuk memberikan kerugian konstitusional karena pembentukan UU HPP bertentangan dengan UUD Tahun 1945. Kerugian konstitusional pemohon harus dilihat dari mandat yang diberikan pada DPR sebagai fiduciary duty yang harus dilaksanakan secara itikad baik dan bertanggung jawab.