Pada saat melakukan transaksi, tidak menutup kemungkinan pembayaran atas transaksi tersebut dilakukan dengan menggunakan mata uang asing selain rupiah. Ketika hal ini terjadi, sangat penting untuk mengetahui bagaimana prosedur pengenaan pajaknya agar perhitungan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pemahaman ini akan membantu pemenuhan kewajiban perpajakan yang tepat, serta proses konversi yang dilakukan telah menggunakan kurs yang seharusnya. Berikut Pajakku coba jelaskan dalam artikel berikut.
Dasar Pengenaan Pajak Mata Uang Asing
Berdasarkan ketentuan Pasal 21 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan terhadap PPN dan PPnBM mengatur bahwa atas transaksi yang menggunakan mata uang asing selain rupiah, nilai dasar pengenaan pajak harus dikonversi ke dalam rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku pada saat pembuatan faktur pajak. Kurs yang dimaksud adalah kurs menurut keputusan Menteri Keuangan.
Contoh Perhitungan
Kasus 1
PT Sinson (PKP) menerima pembayaran atas penyerahan jasa kena pajak sebesar USD500.000 dari Mr. Alexandor warga negara Amerika Serikat yang tingggal di Bandung. Kurs menteri keuangan pada saat itu adalah Rp15.200 per USD. Berapakah PPN Keluaran dari kasus ini?
Langkah-langkah untuk menyelesaikan kasus ini adalah:
- Konversikan ke dalam rupiah
DPP (dalam rupiah) : 500.000 USD x Rp15.200 = Rp7,6 milyar
- Kalikan DPP yang sudah dikonversi dengan tarif PPN yang berlaku
PPN keluaran : Rp7,6 milyar x 11% = Rp836 juta
Baca juga: Dampak Kebijakan Pajak Terhadap Investasi Asing di Indonesia
Kasus 2
Nyonya Imporita (non-PKP) pada tanggal 5 Mei 2024 melakukan pemesanan produk kecantikan dari Korea Selatan dengan nilai impor 5.000 Won. Di Indonesia juga dikenakan bea masuk sebesar 5% dari harga impor. Barang mulai dikirim pada tanggal 10 Mei 2024. Dari data diketahui bahwa nilai kurs menteri keuangan pada tanggal 5 Mei = Rp9.250, kurs KMK 10 Mei = Rp9.155, dan kurs KMK pada saat Bea Cukai menerbitkan Pemberitahuan Impor Barang (PIB) = Rp9.320. Tentukanlah berapa PPN yang harus dibayar oleh Nyonya Imporita?
Dalam kasus impor barang, pengenaan PPN tidak memerhatikan apakah subjek termasuk PKP atau non-PKP. Sehingga, walaupun Nyonya Imporita non-PKP, atas transaksi impor tersebut tetap dikenakan PPN, dengan perhitungan menggunakan nilai DPP yang sudah dikonversi ke dalam nilai rupiah dengan menggunakan kurs pada saat pembuatan faktur pajak. Dokumen PIB (Pemberitahuan Impor Barang) adalah salah satu dokumen lain yang dapat dipersamakan dengan faktur pajak. Sehingga tanggal penerbitannya (kurs KMK pada saat itu) dapat dijadikan dasar untuk menghitung PPN.
DPP (dalam rupiah): 5.000 Won x Rp9.320 = Rp 46.600.000
Ditambah:
Bea Masuk (5% x Rp46.600.000) = Rp 2.330.000
Nilai Impor (DPP + bea masuk) = Rp 48.930.000
PPN (11% x Rp 48.930.000) = Rp 5.382.300
Dengan memahami proses ini dapat membantu perusahaan untuk dapat menghitung pajaknya secara tepat dan menghindari dari sanksi akibat kesalahan dalam perhitungan maupun pelaporan. Oleh karena itu, update informasi tentang kurs yang berlaku sangat penting agar dapat menggunakan kurs yang tepat setiap terjadi transaksi yang berhubungan dengan mata uang asing.









