Seiring dengan ada nya transformasi digital dan simplifikasi kebijakan yang dilakukan pemerintah Indonesia, proses perpajakan semakin hari semakin mudah dan sederhana. Dampak tersebut juga diterapkan dalam penuangan peraturan dan impelementasi layanan publik, dalam perpajakan baru-baru ini dengan terbitnya Undang-Undang No. 2 tahun 2020 yang kemudian diikuti dengan kebijakan salah satunya dari Direktorat Jenderal Pajak yang mentransformasi Mekanisme Pelaporan Pajak Penghasilan.
Sistem pelaporan PPh yang dulunya terdiri dari pasal 4(2), 15, 21, 22, 23, 25, 26, 29 kemudian dilakukan simplifikasi dengan melakukan unifikasi terhadap empat jenis pasal pajak menjadi 1 secara sekaligus, yaitu SPT Masa PPh Pasal 15, SPT Masa PPh pasal 22, SPT Masa PPh Pasal 23/26, dan SPT Pasal 4 ayat 2 yang kemudian digabung dalam 1 masa PPh unifikasi dan diidentifikasi menggunakan kode objek pajak yang membuat proses bisnis dari pelaporan menjadi lebih singkat dan sederhana untuk dikelola.
Secara teknologi layanan pelaporan PPh ini juga mengalami perbaruan dan transformasi agar meningkatkan kapasitas dan produktivitas pengguna dan pemeriksa, yang sebelumnya menggunakan metode CSV untuk pelaporan sekarang setiap bukti potong yang di generate pada sistem unifikasi langsung mendapatkan validitas dari sisi DJP dengan menggunakan metode API maka data tersebut langsung tersimpan di sisi DJP sebagai 1 bukti potong yang diterbitkan.
Dengan pengimplementasian layanan unifikasi SPT Masa PPh, otoritas pajak dipermudah. Hal tersebut membantu otoritas pajak dalam melakukan pengawasan wajib pajak, karena memiliki data lebih akurat. Terlebih, mekanismenya mengikuti kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan elektronik bukti potong atau e-Bupot.
Berdasarkan KEP 20/PJ/2021 bahwa terdapat 5 KPP:
- KPP Madya Jakarta Pusat;
- KPP Madya Jakarta Selatan I;
- KPP Pratama Jakarta Gambir Tiga;
- KPP Pratama Jakarta Gambir Empat; dan
- KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Empat;
yang diwajibakan untuk melakukan pelaporan SPT pph masa menggunakan metode unifikasi dan telah memenuhi kriteria yang diatur oleh PER 23/PJ/2020.
Hal ini merupakan bentuk perluasan dari pemanfaatan e-Bupot Pasal 23/26 yang dianggap sukses penerapannya sehingga Ditjen Pajak dapat melakukan pengawasan yang lebih menyeluruh atas pemotongan transaksi lainnya, selain saluran DJP online masyarakat kini dapat memanfaatkan saluran lainnya melalui Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan resmi yang telah ditunjuk dan memiliki ijin layanan unifikasi, sertifikasi keamanan penyedia jasa oleh pihak ke-3 independen merupaan hal penting bagi wajib pajak untuk dapat melakukan pembuatan dan pelaporan SPT Masa Unifikasi kepada pemerintah.









