Pajak adalah salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk meningkatan pendapatan dalam negeri, di mana pendapatan tersebut akan digunakan untuk keperluan pembangunan. Saat ini, perusahaan-perusahaan dikenakan pungutan pajak oleh pemerintah. Berbeda bagi wajib pajak atau pemilik usaha yang dikenakan pajak, adanya kewajiban membayar pajak tentu akan menambah beban perusahaan dimana hal ini bertentangan dengan prinsip ekonomi yang menyatakan bahwa keuntungan sebesar-besarnya dapat dicapai dengan pengorbanan yang minimal. Hal ini yang menyebabkan pelaku ekonomi berusaha meminimalkan pembayaran beban pajaknya dengan memanfaatkan celah-celah peraturan perpajakan atau loopholes.
Apa itu Tax Loopholes?
Tax loopholes adalah suatu teknis atau keadaan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminimalkan dan menghindari kewajiban pajak serta menghindari sanksi perpajakan dengan memanfaatkan celah-celah ketentuan perpajakan yang sesuai dengan Undang-Undang Perpajakan yang secara tidak langsung tidak melanggar hukum. Tax loopholes memberikan celah bagi individu dan badan usaha untuk memindahkan pendapatan atau aset dari yang dikenakan pajak menjadi dikenakan pajak lebih rendah atau tidak sama sekali. Tax loopholes biasanya terjadi dalam transaksi bisnis yang kompleks dimana melibatkan masalah perpajakan, masalah politik, dan undang-undang hukum. Misalnya dalam rincian kontrak, peraturan bangunan, dan peraturan pajak.
Apa yang Menyebabkan Tax Loopholes?
Seseorang atau perusahaan yang memanfaatkan tax loopholes dianggap tidak melanggar hukum, namun menghindari dengan cara yang tidak dimaksudkan oleh regulator atau pembuat undang-undang yang memberlakukan undang-undang atau pembatasan tersebut termasuk dalam pelanggaran. Kemampuan untuk menghindari hukum disebabkan oleh adanya kecacatan dalam peraturan perundang-undangan, yang sering kali tidak terlihat jelas oleh pembuat undang-undang tersebut.
Baca juga: Belajar Pajak: Perbedaan antara Tax Holiday & Tax Allowance
Kebanyakan celah akan tertutup pada waktunya, karena pihak-pihak yang mempunyai kewenangan untuk melakukan hal tersebut menulis ulang peraturan untuk memotong peluang mendapatkan keuntungan dari celah tersebut. Fenomena tax loopholes masih umum terjadi, terutama di negara-negara seperti Amerika Serikat yang aturan perpajakannya rumit hingga mencapai puluhan ribu halaman, sehingga dapat membuka banyak peluang bagi mereka yang ingin memanfaatkannya.
Beberapa celah pajak lebih mudah diidentifikasi dibandingkan celah lainnya. Individu atau perusahaan menggunakan celah untuk memindahkan uang dan aset untuk menghindari pembayaran pajak. Sebuah perusahaan Amerika, misalnya, yang memindahkan kantor dan pabrik ke luar negeri mungkin melakukan hal tersebut untuk menghemat uang pajak AS.
Kredit Pajak untuk Wajib Pajak
Pemerintah juga telah merancang Undang-Undang yang bertujuan membantu pembayar pajak melakukan penghematan dan mengurangi beban pajaknya yakni melalui kredit pajak. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Pasal 28 mengatur bahwa kredit pajak adalah sejumlah pajak yang dibayar atau dihitung oleh wajib pajak pada awal masa pajak. Oleh karena itu, kredit pajak mengurangi jumlah pajak yang terutang dengan cara mengakumulasi pajak yang dipungut dari pihak lain.
Berikut ini merupakan jenis-jenis kredit pajak menurut UU PPh:
- Menurut Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan, pemungutan pajak atas penghasilan atau penghasilan dari kegiatan impor atau kegiatan usaha lainnya dianggap sebagai kredit pajak. Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi Pasal 22 terdiri atas pajak final dan tidak final. Terkait PPh Pasal 22, meski belum bersifat final, namun dapat dipotong dari jumlah pajak penghasilan yang terutang pada akhir tahun pada saat melengkapi Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan).
- Menurut Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan, ada pengurangan pajak atas penghasilan dari jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
- Menurut Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan, pengurangan pajak dapat diperoleh dari penghasilan seperti bunga, dividen, royalti, hadiah, sewa, hadiah dan imbalan atas jasa selain dari yang sudah dipotong PPh Pasal 21 ayat (1) huruf e.
- Tercantum dalam Pasal 26 ayat (5) UU Pajak Penghasilan, pemotongan pajak atas penghasilan. Secara umum, pemotongan pajak bagi Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) bersifat final, namun bagi penghasilan atau penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) atau Wajib Pajak Dalam Negeri atau Badan Usaha luar negeri yang statusnya berubah menjadi bentuk usaha tetap, pemotongan pajak tersebut tidak bersifat final. Oleh karena itu, kredit pajak dapat dipotong dalam surat pemberitahuan tahunan (SPT tahunan).
- Menurut Pasal 24 Undang-Undang Pajak Penghasilan, pajak yang dibayar atau terutang adalah: Dapat dikompensasi terhadap pendapatan dari luar negeri. Untuk menghindari pajak berganda akibat pengenaan pajak atas penghasilan yang diperoleh di luar negeri, wajib pajak dapat mengimbangi jumlah pajak yang terutang atau terutang di luar negeri dengan penghasilan pajak bea dalam negeri. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 24 Pajak Penghasilan tentang hak wajib pajak untuk menuntut kredit pajak terhadap wajib pajak luar negeri.
- Menurut Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), pembayaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dikurangkan. Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur bahwa pajak dapat dibayar secara angsuran atau dimuka melalui angsuran bulanan. Besarnya angsuran PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dihitung berdasarkan data pemberitahuan tahunan tahun sebelumnya, dikurangi PPh dan kredit pajak lainnya yang dipungut atau dipungut dari pihak lain lalu itu dibagi dengan total bulan dalam pajak masa setahun atau dibagi 12.









