Belajar Pajak: Cara Menghitung Pajak Penghasilan Badan

Setiap Wajib Pajak Badan yang ada di dalam daerah Indonesia merupakan subjek pajak. Sedangkan penghasilan yang diperoleh badan tersebut merupakan objek pajak. Dengan memahami subjek dan objek pajak tersebut, badan merupakan Wajib Pajak (WP) yang memiliki hak dan kewajiban dalam melakukan penghitungan, penyetoran, hingga pelaporan pajak sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pemerintah telah mengatur tarif PPh berdasarkan skala bisnis suatu badan. Bagi WP Badan UMKM diberikan tarif PPh Final sebesar 0,5%. Pemanfaatan PPh Final tersebut berlaku secara opsional, agar WP Badan UMKM bebas memilih hitung PPh badannya menggunakan tarif PPh normal senilai 25% dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (25% x PKP). Ketentuan tarif PPh normal tersebut sudah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 17.

Pada dasar hukum menghitung Penghasilan Neto Fiskal berbeda dengan Penghasilan Neto Komersial. Perbedaan tersebut menjadikan timbulnya selisih bernama koreksi fiskal.

Adapun dampak dari selisih tersebut yaitu timbul perbedaan waktu pengakuan pendapatan dan biaya antara pedoman akuntansi dan fiskal. Serta, terjadinya permanent difference akibat perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya antara pedoman akuntansi dan fiskal bersifat permanen.

Dalam menghitung PKP perlu melakukan pengelompokan pos-pos penghasilan yang termasuk kategori objek pajak (penghasilan bruto fiskal) seperti yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU PPh.

Sementara itu, adapun beberapa penghasilan yang tidak bisa dihitung ketika melakukan penghitungan PKP yaitu menurut UU PPh Pasal 4 ayat (2), jenis penghasilan final dengan pemotongannya yang dilakukan secara final oleh pihak ketiga yang mana tidak dapat diperhitungkan kembali. Lalu, pada UU PPh Pasal 4 ayat (3) jenis penghasilan bukan objek pajak yang bersifat bukan merupakan objek pajak dan harus dipisah.

Kedua pos tersebut perlu dikeluarkan dalam bentuk koreksi fiskal negatif. Setelah dikeluarkan, nilai Penghasilan Bruto Fiskal bisa didapatkan. Namun, apabila objek PPh belum diakui penghasilan komersial, maka perlu disesuaikan dengan koreksi fiskal positif.

Selanjutnya, pisahkan biaya-biaya yang dapat dikurangi (deductible expense) dengan segala biaya yang tidak boleh dikurangi (non-deductible expense). Biaya yang dapat dikurangi yaitu biaya terkait dengan upaya 3M (mendapatkan, menagih dan memelihara) penghasilan. Dengan demikian, biaya lain yang tidak berkaitan dengan 3M tidak boleh dikurangi.

Setelah itu, hitung selisih Penghasilan Bruto Fiskal dengan Biaya Fiskal untuk mendapatkan angka Penghasilan Neto Fiskal. WP diperbolehkan untuk menghitung kompensasi kerugian agar mendapatkan angka PKP sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) guna menghitung PPh Badan Terutang.

Pada rugi atas kompensasi wajib dihitung berdasarkan aturan perpajakan dan bukan merupakan rugi komersial. Usai PKP dikalikan dengan tarif badan 25% untuk mendapat besaran PPh yang terutang jangan lupa untuk mengkreditkan dengan pajak-pajak lain seperti PPh 23, PPh 22, PPh 29 Badan, atau PPh 24 KPLN bagi PPh yang dibayar di luar Indonesia.