Bank Dunia (World Bank) merekomendasikan Indonesia untuk menurunkan ambang batas omzet pengusaha kena pajak (PKP). Hal ini disampaikan Ekonom Senior Bank Dunia Wael Mansour terkait Laporan Prospek Perekonomian Indonesia edisi Juni 2024 kepada awak media di Jakarta, Senin (24/06). Tujuan disampaikannya rekomendasi ini adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak negara.
Namun disisi lain, mengutip Kontan, Prianto Budi Saptono, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) berpendapat bahwa kebijakan ini sebaiknya ditunda. Menurutnya, kondisi ekonomi saat ini masih tidak stabil akibat masalah geopolitik dan transisi pemerintahan baru, sehingga kebijakan tersebut kurang tepat diterapkan tahun ini. Selain itu, nilai tukar rupiah yang cenderung melemah terhadap dolar Amerika Serikat juga dapat mempengaruhi pengusaha kecil.
Opsi Ambang Batas dan Dampaknya
Prianto menjelaskan bahwa pemerintah memiliki dua opsi terkait ambang batas PKP, masing-masing dengan sisi positif dan negatifnya. Opsi pertama adalah menurunkan ambang batas PKP. Dengan menurunkan ambang batas, jumlah PKP akan meningkat sehingga kantor pajak harus menangani lebih banyak pelaporan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai (SPT PPN) setiap bulannya. Hal ini akan meningkatkan biaya administrasi dan beban kepatuhan bagi pengusaha kecil yang baru dikukuhkan sebagai PKP. Namun, dampak positifnya adalah potensi peningkatan penerimaan PPN karena adanya tambahan PKP.
Opsi kedua adalah tidak menurunkan ambang batas PKP. Jika ambang batas ini tidak diturunkan, biaya administrasi kantor pajak tidak akan meningkat karena tidak ada penambahan PKP baru dari pengusaha kecil. Selain itu, biaya kepatuhan bagi pengusaha kecil juga tidak meningkat. Namun, dampak negatifnya adalah potensi peningkatan penerimaan PPN dari pengusaha kecil yang menjadi PKP tidak muncul. Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari cara lain untuk meningkatkan penerimaan PPN.
Baca juga: Ketentuan Penerbitan Faktur Pajak Bagi Penjual Non PKP
Penilaian Bank Dunia
Bank Dunia menilai bahwa ambang batas PKP Indonesia harus diturunkan karena ambang batas PPN yang tinggi mempersempit basis pajak PPN. Selain itu, terdapat banyak sektor di Indonesia yang dibebaskan dari pajak dibandingkan dengan negara-negara sejenis, seperti pertambangan dan produk pengeboran. Kondisi ini mengurangi penerimaan pajak. Bank Dunia mencatat bahwa ambang batas wajib pajak yang wajib mendaftar PPN di Indonesia saat ini sebesar US$320.000 atau sekitar Rp5,2 miliar. Ambang batas ini enam kali lebih tinggi dari ambang batas rata-rata di negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) yang berada di kisaran US$57.000 atau Rp935,1 juta pada tahun 2022.
Rencana Pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN)
Presiden terpilih Prabowo Subianto sebelumnya sempat mencanangkan rencananya membentuk Badan Penerimaan Negara (BPN) yang nantinya akan menyatukan penerimaan pajak, bea cukai, dan penerimaan negara bukan pajak dalam satu institusi. Rencana ini turut dikomentari oleh Bank Dunia yang menilai bahwa pendirian badan ini akan memerlukan waktu yang cukup lama. Dilansir dari CNBC Indonesia, Habib Rab, World Bank Lead Economist for Indonesia and Timor-Leste, menyatakan bahwa rencana ini akan bergantung pada masing-masing institusi yang terlibat, meskipun ia belum mengkaji lebih lanjut rencana ini.
Habib Rab berpendapat bahwa ada permasalahan tertentu yang perlu diselesaikan dalam pemungutan pajak. Permasalahan ini bisa diselesaikan melalui Direktorat Jenderal Pajak yang ada atau melalui administrasi baru. Rab juga meyakini bahwa pemerintahan baru akan tetap menetapkan tingkat defisit APBN di bawah 3% dari produk domestik bruto (PDB). Rencana ini diharapkan dapat berdampak positif bagi sumber daya manusia dan sesuai dengan aturan fiskal yang berlaku saat ini. Pemerintah Presiden Joko Widodo telah memasukkan program pembentukan BPN yang diusung Prabowo Subianto selama masa kampanye Pilpres 2024 dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2025. Badan ini dibentuk untuk meningkatkan rasio penerimaan perpajakan menjadi sebesar 10-12% terhadap PDB pada tahun 2025.
Kesimpulan
Penurunan ambang batas omzet pengusaha kena pajak (PKP) yang direkomendasikan oleh Bank Dunia bertujuan untuk meningkatkan penerimaan pajak Indonesia. Namun, pelaksanaan kebijakan ini perlu dipertimbangkan dengan cermat, terutama mengingat kondisi ekonomi yang masih tidak stabil. Sementara opsi untuk menunda penurunan ambang batas PKP dapat menjaga stabilitas administrasi dan mengurangi beban bagi pengusaha kecil, potensi peningkatan penerimaan pajak juga perlu diperhitungkan. Selain itu, rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak dan penerimaan negara. Keberhasilan kebijakan ini akan sangat bergantung pada implementasi yang tepat dan kerjasama antara berbagai pihak terkait. Dengan demikian, diharapkan langkah-langkah yang diambil dapat memperkuat basis pajak dan mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih berkelanjutan.









