Pada umumnya kepatuhan sering kali dikaitkan dengan moral dalam kehidupan kita sehari -hari. Keterikatan tersebut berlaku juga pada dunia perpajakan. Hal itu menjadi topik pembicaraan yang sering kali dibahas dan dikaji lebih dalam. Menurut Torgler (2003) seiring dalam perkembangannya kepatuhan pajak tidak hanya dipengaruhi oleh peluang maupun tarif pada pajak, melainkan moral pada pajak juga dianggap penting.
Dalam hal ini, Moral Pajak memiliki peranan penting sebagai kunci dalam memahami kepatuhan pada pajak yang menjadi pencapaian suatu negara. Cristina, et al. (2015) juga mengatakan bahwa pemahaman yang baik pada seseorang dalam membangun moral pajak merupakan hal penting dalam membantu peningkatan kepatuhan terhadap pajak.
Apa Itu Moral?
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), moral memiliki arti sebagai ajaran perihal baik-buruk yang diperoleh atas tindakan sikap, kewajiban, perbuatan, perilaku, dan sebagainya. Moral juga merupakan sebuah tindakan ataupun perilaku yang dapat diterima, baik secara sosial, wajar, hingga pantas jika dilakukan dengan baik dan benar.
Sama halnya dengan dunia perpajakan, dimana moral atau sikap yang baik memiliki peranan penting dalam mewujudkan kepatuhan pajak di suatu negara.
Apa Itu Pajak?
Pajak merupakan iuran dari berbagai penghasilan yang telah diatur berdasarkan hukum ataupun undang-undang yang berlaku di setiap negara. Dalam hal ini, wajib hukumnya bagi setiap masyarakat yang memiliki kewajiban perpajakan.
Apa Itu Moral Pajak/Tax Morale?
Saat ini mungkin Tax Morale atau Moral Pajak masih cukup asing ditelinga beberapa orang setiap menjadi topik perbincangan seputar dunia perpajakan, bahkan keterkaitan moral pajak dengan kepatuhan pajak. Sejatinya moral pajak merupakan bagian penting dan memiliki pengaruh besar terhadap dunia perpajakan, terlebih pada sikap maupun perilaku patuh pada setiap wajib pajak yang memiliki kewajiban perpajakan.
Mengutip Torgler dan Schneider (2005), moral pajak merupakan sebuah motivasi yang menyatu pada seseorang dalam mematuhi kewajibannya sebagai wajib pajak. Hal ini juga mengacu pada rasa kemauan atau insting seseorang dalam berkontribusi secara sukarela pada negara dengan mematuhi dan membayar pajak tepat waktu. Singkatnya tax moral merupakan sebuah motivasi seseorang secara sukarela dan tidak dalam paksaan dalam menjalani kewajibannya membayar pajak.
Faktor Yang Mempengaruhi Tax Morale
Sejauh ini, masih banyak wajib pajak yang “enggan” dalam membayar kewajiban pajaknya, baik pada wajib pajak pribadi maupun badan, hal ini bukan hanya semata-mata kurangnya pemahaman setiap wajib pajaknya, melainkan beberapa faktor yang mendasari hal tersebut, diantaranya :
- Masih kurangnya kesadaran batin dan hati dalam membayar secara sukarela
- Motivasi melakukan pembayar atas dasar takut kena hukuman atau sanksi.
Dalam konteks ini pun, Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) selaku organisasi global yang memiliki misi dalam mewujudkan perekonomian global yang kuat, bersih, dan berkeadilan juga mengungkapkan setidaknya 3 faktor yang mempengaruhi moral ajak, di antaranya :
- Kepuasan terhadap pelayanan publik
- Kepercayaan terhadap pemerintah
- Tanggapan atas korupsi.
Menurut OECD, rendahnya moral pajak pada wajib pajak, terlebih pada situasi saat ini, akan sangat mempengaruhi tingkat kepatuhan dan perolehan penerimaan pajak semakin terhambat.
Tax Morale Di Indonesia
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, bahwa yang menjadi faktor rendahnya penerimaan pajak atau rasio pajak terjadi karena masih adanya celah pada kebijakan pemerintah dalam perpajakan dan praktik penghindaran pajak (tax evasion) yang relatif mudah di Indonesia.
Peningkatan pada praktik tersebut (tax evasion) akan mempengaruhi tingkat kerendahan pada kemampuan pemerintah dalam melakukan modernisasi hingga menyediakan fasilitas publik atau umum. Penghindaran pajak yang terjadi tentunya memiliki keterikatan dengan moral pajak, dimana moral pajak memiliki artian sebagai motivasi seseorang secara sukarela dan tidak dalam paksaan dalam menjalani kewajibannya membayar pajak. Hal ini menjadi penentu utama dari tax evasion (penghindaran pajak).
Dalam konteks ini, penerapan moral pajak yang baik dan benar dalam dunia perpajakan khususnya Indonesia akan menjamin kontribusi masyarakat terlebih pada sistem pemungutan pajak yang Self-assessment system dan bersifat memaksa. Pengelolaan penerimaan pajak yang baik dengan memberikan kepuasan terhadap pelayanan publik hingga meningkatkan kepercayaan terhadap pemerintah, tentunya dapat membangun moral pajak pada setiap wajib pajak. Namun, masih ada juga faktor yang memiliki peranan dalam menurunkan motivasi moral pajak, yakni persepsi masyarakat terhadap korupsi.
Di Indonesia sendiri kasus seperti ini masih marak terjadi, terlebih dana yang dijadikan korupsi diberlakukan untuk kepentingan layanan publik maupun masyarakat, faktor tersebut menjadikan sikap atau perilaku masyarakat yang “enggan” membayar pajak, mereka merasa apa yang mereka bayar akan menjadi sia-sia, sehingga sebisa mungkin wajib pajak memilih untuk tax evasion atau menghindari pajak.
Faktor yang saling berkaitan ini, tentunya menjadi permasalahan yang tidak berujung. Sikap atau perilaku tax morale, baik pada masyarakat selaku wajib pajak yang harus memenuhi kewajibannya maupun pemerintah selaku badan atau perantara dalam mengolah dengan baik hasil penerimaan pajak, harus saling bahu-membahu dalam menumbuhkan sikap tanggung jawab dan kepercayaan satu sama lain guna menumbuhkan sikap kepatuhan dan ketaatan pajak.
Upaya Pemerintah Dalam Tax Morale
Seperti yang kita ketahui, permasalahan yang berkaitan dengan tax morale di negara ini ialah pada sikap, perilaku, hingga pemahaman masyarakat atas membayar kewajiban perpajakan. Dalam hal ini tentunya perlu cara ataupun upaya dalam menumbuhkan moral pajak pada setiap orang, tak terkecuali pemerintah selaku perantara pengelolaan penerimaan pajak. Berikut beberapa upaya:
- Pengimplementasian ketaatan pajak dalam Pendidikan Agama, hal ini tentunya didasari atas pemahaman membayar pajak bukan hal yang bertentangan dalam ketaatan agama. Upaya tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat sadar akan pentingnya membayar kewajiban perpajakan sejak dini, dimana membayar pajak sama dengan mewujudkan ketaatan pada agama.
- Pemberian label “Wajib Pajak Patuh” atau “Bangga Bayar Pajak” bagi wajib pajak yang memenuhi kriteria oleh otoritas perpajakan. Upaya tersebut diharapkan membantu menumbuhkan rasa kebanggaan bagi mereka yang mematuhi kewajibannya dan memberikan kesadaran psikologis bagi mereka yang tidak memenuhi kewajibannya, terlebih pada risiko sosial.
- Menerapkan aspek keadilan dalam hal beban pajak yang dikenakan. Upaya ini diharapkan dapat memberikan perilaku yang adil dalam mengkategorikan beban pajak tersebut. Sehingga terdapat perbedaan beban pajak yang ditanggung oleh wajib pajak dengan jenis penghasilan berbeda, namun dengan jumlah penghasilan sama.
- Komitmen pemerintah dalam mengolah hasil penerimaan pajak dengan baik guna menumbuhkan rasa kepercayaan oleh wajib pajak, serta membangun pemerintah yang terbebas dari korupsi.
Berdasarkan penjelasan diatas, upaya-upaya tersebut dapat dijadikan cara dalam meningkatkan kepatuhan pajak. Dengan begitu, wajib pajak yang membayar kewajiban perpajakan tidak hanya termotivasi karena takut hukuman atau sanksi, melainkan sebagai wajib pajak yang sukarela dalam mewujudkan negara yang lebih baik dan taat pajak.
Kesimpulan
Pada akhirnya, pajak akan menjadi norma sosial yang menjadi standar tingkah laku masyarakat. Dengan begitu, semakin baiknya sistem perpajakan di Indonesia dan penyelenggaraan pemerintahan, maka akan semakin tinggi juga moral pajak pada masyarakat negeri ini, dengan kata lain moral yang menjadi dasar kehidupan akan membantu masyarakat dalam melakukan perbuatan yang lebih baik dan bijaksana, sehingga melahirkan kesadaran akan membayar pajak.









