Sebagai bentuk dukungan pemerintah dalam meningkatkan perekonomian Indonesia, ada beberapa hal yang dilakukan pemerintah seperti memberikan fasilitas-fasilitas perpajakan bagi wajib pajak, khususnya badan usaha. Fokus kali ini diberikan kepada badan usaha yang memiliki kegiatan atau aktivitas dalam menyediakan barang kebutuhan pokok terlebih pada orientasi ekspor. Dalam pemberian fasilitas tentunya pemerintah memiliki ketentuan khusus dan ketentuan tersebut bergantung pada jenis fasilitas yang ingin dimanfaatkan.
Terkait dalam memanfaatkan beberapa fasilitas perpajakan atau beberapa fasilitas yang diberikan pemerintah, wajib pajak harus memiliki surat keterangan fiskal (SKF). Lantas apa itu Surat Keterangan Fiskal? bagaimana dengan syarat, serta cara mendapatkannya? Simak penjelasannya berikut ini.
Mengenal Apa Itu Surat Keterangan Fiskal
SKF atau Surat Keterangan Fiskal merupakan bukti atau alat yang digunakan sebagai informasi bagi Wajib Pajak. SKF ini diterbitkan oleh Direktorat Jendral Pajak (DJP) dan bertujuan sebagai upaya meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi persyaratan guna memanfaatkan pelayanan ataupun pelaksanaan kegiatan tertentu selama periode yang telah ditentukan.
Surat Keterangan Fiskal (SKF) ini merupakan pemenuhan atas persyaratan yang harus dipenuhi Wajib Pajak dalam memperoleh atau memanfaatkan pelayanan, pelaksanaan kegiatan tertentu yang diberikan Kementerian dan/atau Lembaga ataupun pihak lain. Adapun, pemanfaatan yang diperoleh Wajib Pajak, antara lain:
- Penggunaan atas nilai buku dalam pengalihan harta seperti penggabungan, peleburan, pemekaran, hingga pada pengambilalihan usaha,
- Pengenaan pada PPh dengan tarif sebesar 0,5%, yang mana dikenakan atas pengalihan Real Estate kepada SPC (Special Purpose Company) atau KIK (Kontrak lnvestasi Kolektif) dalam skema KIK tertentu,
- Pengajuan permohonan pembayaran kembali atau reimbursement atas PPN atau PPN dan PPnBM kepada SKK Migas oleh K3S (Kontraktor Kontrak Kerja Sama),
- Pengajuan permohonan pemberian fasilitas atas pengurangan PPh (Pajak Penghasilan) badan di wilayah KEK (Kawasan Ekonomi Khusus),
- Pengajuan permohonan pemberian fasilitas atas pengurangan PPh (Pajak Penghasilan badan) atau tax holiday,
- Penyediaan barang dan/atau jasa,
- Kegiatan usaha dengan penukaran valuta asing bukan pada bank,
- Pengajuan fasilitas non fiskal pada perusahaan industri ataupun perusahaan kawasan industri,
- Pelayanan ataupun aktivitas tertentu lainnya yang diwajibkan mengikutsertakan Surat Keterangan Fiskal (SKF).
Baca juga Apa Itu Tax Dispute, Tax Appeal, dan Tax Lawsuit?
Dasar Hukum Surat Keterangan Fiskal
Proses permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang tentunya memiliki payung hukum atau ketahanan hukum yang telah diatur dalam :
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 perihal Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, lalu dipertegas kembali melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 perihal Cipta Kerja (UU Ciptaker) dan diharmonisasikan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP)
- Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-32/PJ/2014 atas perubahan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 44/PJ/2013 perihal Tata Cara Pemberian Surat Fiskal.
- Peraturan Presiden Pepres Nomor 70 Tahun 2012 atas perubahan Perpres 54 Tahun 2010 jo mengenai Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Ketentuan Dalam Permohonan SKF
Pengajuan permohonan surat keterangan fiskal (SKF) ini hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak Pusat. Wajib Pajak Pusat. Adapun ketentuan yang harus dipenuhi wajib pajak dalam penerbitan SKP, antara lain:
Sudah menyampaikan:
- SPT (Surat Pemberitahuan Tahunan) PPh (Pajak Penghasilan) dalam waktu 2 (dua) Tahun Pajak terakhir.
- SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dalam waktu 3 (tiga) Masa Pajak terakhir apabila Wajib Pajak Pusat ataupun Wajib Pajak Cabang melakukan pelaporan atas SPT tersebut.
- Pemenuhan kewajiban perpajakan yang disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Tidak memiliki tunggakan atau utang pajak di KPP terdaftar tempat Wajib Pajak Pusat maupun Wajib Pajak Cabang, atau memiliki tunggakan dan/atau utang pajak namun, terkait hal tersebut sudah diberikan persetujuan dalam menunda atau mengangsur pembayaran pajak sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang KUP Pasal 9 ayat (4).
- Sedang tidak dalam proses penanganan tindak pidana atau penyidikan di bidang perpajakan ataupun tindak pidana atas pencucian uang yang asalnya dari tindak pidana di bidang perpajakan seperti pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka, penyidikan, hingga penuntutan.
Dalam hal ini pengajuan permohonan dapat dilakukan wajib pajak pusat dan/atau wajib pajak cabang melalui 2 (dua) cara, yaitu:
Baca juga Apa Itu Jalur Merah, Jalur Kuning, Jalur Hijau, dan Jalur Mita
Permohonan Melalui DJP
Permohonan yang dilakukan Wajib Pajak dalam memperoleh atau memanfaatkan pelayanan tertentu dan/atau pelaksanaan kegiatan tertentu dari Kementerian/Lembaga atau pihak lain, dapat memperoleh SKF dengan mengajukan permohonan melalui laman resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan mengakses https://djponline.pajak.go.id.
Dalam hal ini, pengisian permohonan tersebut dapat diisi melalui menu KSWP. Setelah dilakukan pengajuan permohonan melalui laman resmi DJP, maka DJP akan menerbitkan:
- SKF dalam hal permohonan Wajib Pajak memenuhi ketentuan, apabila permohonan tersebut sudah memenuhi syarat atau ketentuan.
- Surat penolakan dalam hal permohonan Wajib Pajak apabila tidak memenuhi syarat atau ketentuan.
Penerbitan atas keputusan DJP tersebut akan secara otomatis diberikan melalui sistem, setelah permohonan disampaikan oleh wajib pajak.
Permohonan Melalui KPP atau KP2KP
Permohonan tang dilakukan Wajib Pajak dalam memperoleh atau memanfaatkan pelayanan tertentu dan/atau pelaksanaan kegiatan tertentu dari Kementerian/Lembaga atau pihak lain, dapat memperoleh SKF dengan mengajukan permohonan secara langsung melalui KPP atau KP2KP yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal, yakni kepada pejabat atau Kepala KPP tempat permohonan diajukan.
Dalam hal ini, Wajib Pajak perlu memenuhi atau melengkapi berkas-berkas atau dokumen untuk mendukung keabsahan penandatangan dengan melampirkan fotokopi akta pendirian ataupun dokumen pendukung lainnya seperti fotokopi SPT Tahunan PPh (Pajak Penghasilan) meliputi SPT Induk hingga lampiran yang memuat data pengurus Wajib Pajak. Permohonan tertulis yang dilakukan Wajib Pajak perlu dibubuhkan tandatangan oleh:
- Wajib Pajak orang pribadi yang bersangkutan
- Pejabat atau pimpinan tertinggi bagi Wajib Pajak badan atau pihak pengurus yang memiliki wewenang dalam menjalankan kegiatan perusahaan yang berkaitan dengan perpajakan, dengan menyertakan fotokopi akta pendirian atau dokumen pendukung lainnya.
Permohonan tertulis yang diajukan secara langsung melalui KPP atau KP2KP memiliki jangka waktu kurang lebih selama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah persyaratan secara lengkap sudah diajukan. Pihak KPP atau KP2KP akan menerbitkan SKF apabila persyaratan yang diajukan Wajib Pajak telah memenuhi.
Namun, pihak KPP atau KP2KP dapat menerbitkan surat penolakan atau pembatalan melalui petugas loket tempat KPP atau KP2KP terdaftar apabila persyaratan atas pengajuan yang dilakukan Wajib Pajak belum memenuhi ketentuan yang ada dan segala bentuk informasi mengenai pembatalan ataupun penolakan akan dijelaskan secara detail oleh petugas loket.
Baca juga Apa Itu PPh Potput?
Jangka Waktu SKF
Setelah pengajuan permohonan penerbitan SKF telah disetujui oleh pihak DJP, maka akan secara otomatis Wajib Pajak dapat memperoleh atau memanfaatkan fasilitas perpajakan dengan menggunakan SKF tersebut. Kendati demikian, SKF yang telah diterbitkan oleh DJP memiliki jangka waktu atau jatuh tempo, dimana SKF akan diberikan masa berlaku hingga 1 (satu) bulan, terhitung sejak tanggal diterbitkannya SKF dan SKF dapat berlaku juga bagi Wajib Pajak Pusat yang memiliki cabang, dimana cabang-cabang tersebut juga dapat memanfaatkan fasilitas atas kepemilikan SKF.
Validasi SKF
Pemanfaatan fasilitas perpajakan yang dilakukan Wajib Pajak Pusat maupun Cabang diperlukan kebenaran informasi data atas penggunaan SKF. Pihak Kementerian/Lembaga atau pihak lain yang ditunjuk memiliki wewenang atas pemeriksaan atau validasi SKF yang digunakan Wajib Pajak sesuai dengan kode verifikasi yang tertera dalam SKF. Pengecekan tersebut akan dilakukan melalui laman resmi DJP (Direktorat Jenderal Pajak), Kring Pajak, hingga kepada KPP atau KP2KP.
SKF yang telah diberikan kepada Wajib Pajak tetap akan memiliki batasan yang telah ditetapkan oleh DJP, baik dalam menetapkan besaran pajak yang terutangnya, melakukan penagihan tunggakan atau utang pajak, hingga mengenakan sanksi ataupun tindak pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku di bidang perpajakan.









