P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) atau yang biasa disebut sebagai Tax Treaty merupakan perjanjian pajak antara dua negara yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan pembagian hak pemajakan atas penghasilan yang diperoleh/diterima oleh penduduk dari salah satu atau kedua pihak negara dengan tujuan untuk meminimalisir terjadinya pengenaan pajak berganda dan untuk menarik investasi modal asing ke dalam negeri. P3B digunakan untuk menentukan alokasi dari hak pemajakan suatu transaksi yang terjadi diantara negara sumber dan negara domisili. Dimana negara sumber adalah negara dengan tempat sumber penghasilan berasal dan negara domisili adalah negara dengan tempat wajib pajak tinggal ataupun menetap.
Adapun tujuan-tujuan yang dimiliki P3B seperti mencegah pengelakan pajak, memberikan kepastian hukum, sebagai alat pertukaran informasi, penyelesaian sengketa dalam P3B, non diskriminasi, dan sebagai bantuan dalam penagihan pajak.
Dalam prosesnya, P3B ini memerlukan Prosedur Persetujuan Bersama (Mutual Agreement Procedure) yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak atau Dirjen Pajak dan otoritas pajak negara atau juga yurisdiksi mitra P3B. Permintaan persetujuan ini dapat diajukan oleh wajib pajak dalam batas waktu pelaksanaan persetujuan. Selain itu DJP mempunyai kuasa untuk meneliti permintaan pelaksanaan persetujuan untuk dapat menentukan bisa atau tidaknya untuk dilaksanakan prosedur persetujuan tersebut. Namun, ketika persetujuan tersebut sudah mendapatkan hasil persetujuan bersama setelah surat ketetapan pajak diterbitkan tetapi tidak diajukan keberatan atau tidak diajukan permohonan pengurangan atau pun pembatalan surat ketetapan pajak yang benar, maka DJP berhak untuk melakukan pembetulan atas surat ketetapan pajak tersebut sesuai dengan ketentuannya.
Dalam perpajakan Internasional, Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda ini menjadi sumber hukum yang selalu digunakan dalam setiap transaksinya. Aspek-aspek perpajakannya pun juga mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada pada P3B sesuai dengan transaksi yang bersangkutan. Maka dari itu setiap negara yang terlibat dalam proses pembuatan P3B ini pun harus mendasari adanya model perjanjian yang diakui secara internasional. Untuk itu model perjanjian tersebut dibagi menjadi 2 jenis , yaitu Model OECN (Organization for Economic Cooperation and Development ) dan Model UN (United Nation).
Dalam model OECD ini mempunyai tujuan untuk meningkatkan perdagangan antara negara-negara yang menandatangani P3B dengan cara menghilangkan pajak berganda internasional serta pada model ini hak pemajakan diberikan lebih banyak kepada negara domisili. Anggota model OECD ini terdiri dari negara maju, yang umumnya di Negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman, Jepang, Australia, Amerika Serikat, Kanada, dan 19 negara maju lainnya.
Sedangkan dalam Model UN ini mempunyai tujuan pada P3B yang lebih meluas, yaitu bertujuan untuk meningkatkan investasi asing sebagai sarana untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial dari negara-negara berkembang. Berlawanan dengan Model OECD, pada model UN ini lebih memberikan hak pemajakan kepada negara sumber atau negara yang berpenghasilan. Anggota Model UN ini terdiri dari ahli perpajakan negara maju dan perwakilan dari negara yang sedang membangun seperti, Asia, Amerika Latin dan Afrika, Indonesia, India, Turki dan 14 negara lainnya.
Kedua model ini menjadi acuan untuk digunakan oleh negara yang akan melakukan transaksi luar negeri dengan melibatkan perjanjian ini, di Indonesia sendiri juga membentuk dan mengembangkan modelnya sendiri yang diberi nama dengan Model Indonesia. Dimana dalam Model Indonesia ini merupakan penggabungan dan pengembangan dari Model OECD dan Model UN.









