Bukti potong berdasarkan PER-04/PJ/2017 merupakan formulir atau dokumen lain yang dipersamakan sebagai bukti potong oleh pemotong pajak. Umumnya, bukti potong digunakan untuk transaksi pemotongan PPh 21, PPh 23, PPh 26, PPh 4 ayat 2, PPh 22, dan PPh 15.
Pada awalnya, untuk pembuatan bukti potong tersebut bersifat manual berupa pengisian formulir bukti potong. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi, dikembangkannya aplikasi yang memungkinkan Wajib Pajak dapat membuat bukti potong dengan lebih mudah dan praktis tanpa harus melakukan pengisian formulir secara manual melalui aplikasi berbasis desktop yaitu e-spt.
Namun, pembuatan bukti potong baik secara manual maupun melalui aplikasi e-SPT memiliki kekurangan yakni rentan akan kesalahan atau kekeliruan penginputan data serta sulit untuk dilakukan rekonsiliasi data bukti potong antara Wajib Pajak Pemotong dan Wajib Pajak Dipotong dikarenakan sistem yang tidak saling sinkron antara Wajib Pajak.
Selain itu, dalam era yang sudah mengedepankan teknologi, pembuatan bukti potong secara manual maupun melalui aplikasi e-SPT masih menggunakan sarana kertas dalam pembuatan maupun pelaporannya sehingga mempersulit dalam hal kearsipan. Untuk itu dipandang perlu bagi DJP untuk melakukan revolusi terhadap aplikasi bukti potong.
Baca juga: Perbedaan Faktur Pajak dan e-Faktur
Dalam perkembangannya, akhirnya DJP merilis aplikasi bukti potong elektronik atau yang disosialisasikan sebagai e-Bupot. Aplikasi tersebut dirilis untuk pertama kali pada September 2017 namun hanya untuk pelaporan PPh 23/26 dengan terbatas pada 15 Wajib Pajak. Kemudian terus berkembang implementasinya, semakin ditambahkan Wajib Pajak yang wajib lapor e-bupot setiap tahunnya. Hingga di tahun 2020 hingga saat ini secara resmi diberlakukan untuk seluruh Wajib Pajak.
Setelah sukses mengimplementasikan e-Bupot 23/26, DJP mengembangkan kembali aplikasi yang dapat digunakan untuk seluruh bukti potong atas pasal lainnya yaitu PPh 4 ayat 2, PPh 22, dan PPh 15 termasuk PPh 23/26 serta untuk transaksi setor sendiri untuk menggantikan aplikasi e-Bupot 23/26 sebelumnya yang saat ini dikenal sebagai e-Bupot Unifikasi.
e-Bupot Unifikasi pertama kali diimplementasikan pada Maret 2021 untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada 5 KPP yang diwajibkan. Hingga saat ini, sudah diimplementasikan secara penuh untuk seluruh Wajib Pajak.
Fungsi dari aplikasi bukti potong tersebut, selain digunakan untuk membuat bukti potong secara elektronik, e-Bupot juga digunakan untuk menginput Nomor Tanda Penerimaan Negara (NTPN) dan untuk melakukan pelaporan SPT, sehingga Wajib Pajak dapat melaporkan SPT secara online tanpa harus mengunjungi KPP terdaftar. Yang diperlukan oleh Wajib Pajak untuk dapat menggunakan layanan e-bupot antara lain EFIN dan sertifikat elektronik dan passphrase. Adapun, pengajuan sertifikat elektronik dilakukan di KPP terdaftar.
Perbedaan aplikasi e-SPT dengan e-Bupot itu sendiri selain dari cara penggunaan yang berbeda, yaitu Wajib Pajak wajib untuk tersambung akses internet adalah penomoran bukti potong secara real time dari server DJP, sehingga Wajib Pajak tidak lagi membuat nomor bukti potong secara manual untuk mengurangi penggunaan nomor bukti potong berulang.
Selain itu, adanya validasi NPWP atau NIK lawan transaksi yang dipotong, sehingga Wajib Pajak Pemotong tidak dapat menginput NPWP atau NIK yang tidak valid, hal tersebut akan meminimalisir kekeliruan serta kecurangan penginputan identitas pada bukti potong.
Baca juga: Apa Itu Penyerahan Barang Kena Pajak?
Hal yang baru pada aplikasi e-Bupot adalah fitur pengiriman bukti potong kepada lawan transaksi melalui email serta tanda tangan elektronik pada bukti potong dan SPT, sehingga Pemotong tidak perlu membubuhkan cap basah pada SPT dan bukti potong serta pengiriman bukti potong ke lawan transaksi dapat dilakukan secara real time melalui e-mail.
Hal ini sangat berbeda dengan penggunaan aplikasi E-SPT yang sangat konvensional dimana Pemotong harus membubuhkan tanda tangan dan cap basah serta mengirimkan sendiri bukti potong kepada lawan transaksi.
Seiring dengan perkembangan teknologi selain e-Bupot, DJP juga merilis fitur-fitur elektronik lainnya seperti pelaporan SPT PPN 1111 yang menggunakan fitur prepopulated untuk faktur masukan dan PEB, serta pelaporan SPT Tahunan Badan yang mulai menggunakan e-form. DJP sudah mulai mengimplementasikan fitur-fitur prepopulated yang semakin mempermudah Wajib Pajak dalam rekonsiliasi data yang telah dilaporkan oleh lawan transaksinya.
Prepopulated itu sendiri merupakan sistem yang memungkinkan Wajib Pajak untuk mengambil atau menarik data yang telah direkam sebelumnya oleh lawan transaksi pada basis data milik DJP. Fitur yang populer disosialisasikan adalah fitur prepopulated pada efaktur, yakni prepopulated faktur masukan dan dokumen lain masukan, prepopulated PEB, serta prepopulated data SPT PPN 1111.
Selain PPN, pada PPh juga terdapat fitur serupa untuk menarik bukti potong yang telah direkam sebelumnya oleh lawan transaksi. Fitur tersebut dimunculkan pada SPT Tahunan Badan pada bagian kredit pajak dalam negeri untuk menarik bukti potong secara otomatis yang telah diinput pada aplikasi e-Bupot oleh lawan transaksi.
Alur dari prepopulated itu sendiri dimulai dari Pemotong yang membuat bukti potong PPh melalui aplikasi e-Bupot. Jika bukti potong sudah mendapatkan nomor bukti potong serta SPT telah dilaporkan oleh Pemotong, maka pihak dipotong akan menginput bukti potong tersebut pada SPT Tahunan 1771 sebagai kredit pajak untuk pengurang PPh terutang SPT Tahunan Badan.
Sebelum adanya fitur prepopulated tersebut, pihak yang Dipotong menginput bukti potong secara manual sehingga adanya potensi pihak yang Dipotong tidak menginput seluruh transaksi yang telah dipotong oleh pihak Pemotong sebagai kredit pajak. Namun, dengan adanya fitur prepopulated bukti potong dari DJP, bukti potong yang telah dipotong oleh lawan transaksi selama tahun tersebut akan muncul otomatis pada kredit pajak pihak yang Dipotong.
Fitur prepopulated selain memudahkan pihak yang dipotong untuk melakukan kredit pajak, bertujuan juga untuk melakukan rekonsiliasi data antara pihak Pemotong dengan pihak Dipotong, sehingga jika pihak yang Dipotong merasa telah dipotong namun bukti potong tidak muncul secara prepopulated maka akan terjadinya konfirmasi antar pihak.
Hal ini dapat meminimalisir kecurangan pemotongan yang dilakukan oleh lawan transaksi. Pihak yang dipotong dapat memantau kapan bukti potong tersebut dibuat, serta nominal yang dipotong apakah sesuai dengan perjanjian atau konfirmasi antara Pihak Pemotong dan Pihak Dipotong. Pihak Dipotong juga dapat memantau apakah bukti potong yang dilaporkan statusnya telah dihapus atau terdapat perubahan data yang diinput oleh lawan transaksinya.
Selain adanya rekonsiliasi data antara kedua pihak, prepopulated juga meminimalisir terjadinya kekeliruan penginputan oleh pihak yang Dipotong pada SPT Tahunan. Dikarenakan sebelumnya Wajib Pajak melakukan penginputan kredit pajak secara manual, sehingga peluang terjadinya kekeliruan lumayan tinggi.
Fitur prepopulated bukti potong sudah diimplementasikan pada SPT Tahunan Badan dan dapat digunakan oleh seluruh Wajib Pajak demi mensukseskan misi DJP yaitu untuk meningkatkan kepatuhan pajak melalui pelayanan yang berkualitas.









