Munculnya virus Corona atau Covid-19 pada pertengahan bulan Maret di Indonesia cukup membuat masyarakat cukup khawatir. Akibat dari virus Corana (Covid-19) ini sangat serius dampaknya, krisis ekonomi mulai melanda di berbagai belahan dunia dan segala aspek penting kehidupan terdampak imbasanya. Perekonomian Indonesia bahkan belahan dunia lainnya semakin memburuk. Berbagai upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menghentikan penyebaran virus Corana (Covid-19). Pemberlakukan kebijakan-kebijakan mulai dikeluarkan oleh pemerintah untuk menanggulangi dan memerangi virus Corona (Covid-19) tersebut, salah satunya yaitu social distancing dan physical distancing sehingga pelayana public menjadi sangat terbatas.
Tak terkecuali Negara Arab Saudi. Negara yang terkenal akan kekayaannya yang melimpah dan juga terkenal sebagai Negara bebasa pajak. Semenjak Negara tersebut terkena dampak virus Covid-19, segala aktivitas perekonomian mulai dihentikan dan melakukan sistem lockdown. Tidak adanya aktivitas ekonomi membuat berkurangnya pemasukan ke Negara, sedangkan untuk pengeluaran tetap berjalan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal tersebut semakin di perparah dengan anjloknya harga minyak dunia hingga mencapai 50%, dan tentu hal tersebut mengurangi pendapatan Negara Arab Saudi hingga 22%. Pemerintah Arab Saudi mengumumkan APBN hanya 9 miliar dollar AS pada kuartal pertama tahun 2020, pendapatan tersebut di dapat dari dari pendapatan migas dan non migas yang dipangkas, serta menurunnya harga minyak.
Sebagai langkah antisipasi, pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan dengan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hingga 3x lipat. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang sebelumnya sebesar 5% kini dinaikkan menjadi sebesar 15% dan pemerintah Arab Saudi mulai memberhentikan subsidi untuk biaya hidup. Kebijakan tersebut diambil karena dampak dari Covid-19 ini mempengaruhi pendapatan Negara yang sangat menurun. Langkah tersebut diambil untuk melindungi ekonomi Negara dari krisis ekonomi akibat pandemic ini.
Menurut Al-Jadaan selaku Menteri Keuangan Arab Saudi, kebijakan ini sangat menyakitkan, namun harus tetap dilakukan untuk menjaga stabilitas keuangan dan perekonomian dalam jangka waktu pendik dan jangka waktu panjang. Ia mengatakan adanya pandemic ini membuat krisis ekonomi terburuk selama sejarah modern. Ia juga menegaskan untuk bantuan biaya hidup akan ditangguhkan mulai tanggal 1 Juni 2020. Menurutnya langkah-langkah tersebut diterapkan dapat menyelamatkan keuangan hingga 100 miliyar riyal.
Penghematan lain yang dilakukan oleh Arab Saudi yaitu menunda belanja pada lembaga Negara dan memangkas anggaran hingga 20%. Bahkan visi 2030 yang akan digadangkan sebagai pengembangan Arab Saudi agar bisa terlepas dari ketergantungan dari pendapatan minyak yang juga dikenal sebagai upaya untuk meragamkan sumber pendapatan Negara juga ikut dipangkas. Sektor-sektor swasta akan sangata merasakan dampak yang begitu besar akibat dikeluarkannya kebijakan ini. Kebijakan tersebut dirasa akan membahayakan para pencipta lapangan pekerjaan dan akan semakin mempersulit pemulihan ekonomi Negara dalam jangka waktu panjang.
Meski demikian, Negara Arab Saudi digadang-gadangkan mempunyai dana pemerintah yang bernama Public Invesment Fund (PIF) yang diperkirakan mencapai US$320 miliar. Negara Arab Saudi juga memilliki Saudi Aramco yang dimana saham-sahamnya dimiliki oleh Negara. Nilai saham dari Saudi Aramco yang dimiliki oleh Arab Saudi digadang-gadangkan sebesar US$ 1,7 triliyun atau setara dengan nilai gabungan saham dari saham google dan saham amazon.
Menurut Sir William Patay selaku mantan duta besar Inggris untuk Arab Saudi pada tahun 2007-2010 mengatakan, Negara Arab Saudi punya banyak dukungan untuk membantu ekonominya. Mereka punya banyak cadangan uang untuk bertahan dari menurunnya harga minyak dunia.









