Upaya Menurunkan Prevalensi Perokok, Tarif Cukai Tembakau Naik Sejak Februari Lalu

Indonesia merupakan negara di mana sebagian besar masyarakatnya adalah seorang perokok, khususnya bagi mereka yang berada dikalangan anak dan remaja. Rokok merupakan sebuah benda yang terbuat dari tembakau. Pemerintah berencana untuk mengendalikan konsumsi rokok ini dengan cara menetapkan kebijakan tarif cukai tembakau pada tahun 2021. Kebijakan ini sudah diberlakukan sejak 1 Februari 2021 lalu. Dan pemberlakuan dari kebijakan ini oleh pemerintah adalah bertujuan demi melindungi kesehatan umum dan juga melindungi buruh, petani, dan industri, sekaligus mendorong ekspor hasil tembakau Indonesia.

Pemerintah menetapkan kenaikan pada tarif cukai per jenis rokok sebesar 12,5%. Terdapat pula beberapa pokok dari kebijakan cukai hasil tembakau yang diberlakukan pada tahun 2021 yaitu: 

  • Besaran tarif cukai hasil tembakau saja yang mengalami perubahan.
  • Memperkecil celah tarif antara Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan II A dengan SKM golongan II B, serta Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan II A dengan SPM golongan II B.
  • Harga jual eceran di pasaran sesuai dengan kenaikan dari tarif masing-masing.

Lebih jelas lagi, SKM mengalami kenaikan tarif cukai sebesar 16,9% untuk golongan I, dan sebesar 13,8% untuk golongan II A, serta 15,4% untuk golongan II B. Sedangkan untuk jenis SPM, sebesar 15,4% untuk golongan I, dan 16,5% untuk golongan II A, serta 18,1% untuk golongan II B.

Pemerintah mempertimbangkan lima aspek ketika mengambil kebijakan kenaikan tarif cukai tembakau ini. Lima aspek tersebut terdiri dari:

  • Aspek Kesehatan

Naiknya tarif cukai tembakau, berarti harga jual rokok ikut naik. Kenaikan harga jual akan berpengaruh terhadap pengendalian konsumsi rokok, diharapkaan prevelansi merokok secara umum akan berkurang dari 33,8% menjadi 33,2% di tahun 2021. Diharapkan juga terjadi penurunaan prevelansi bagi perokok anak usia 10 sampai 18 tahun menjadi 8,7% di tahun 2024.

  • Aspek Ketenagakerjaan

Kenaikan tarif cukai tembakau merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melindungi keberadaan industri padat karya dalam penyusunan kebijakan cukai hasil tembakau 2021.

  • Aspek Pertanian

Dalam menentukan besarnya kenaikan tarif cukai, pemerintah memperhatikan tingkat serapan tembakau lokal. Oleh karena itu, kenaikan tarif cukai sigaret kretek lebih rendah daripada kenaikan tarif cukai sigaret putih. Diharapkan melalui kenaikan tarif tersebut dapat menjaga tingkat penyerapan tembakau lokal, apalagi terdapat lebih dari 526 ribu kepala keluarga yang bertahan hidup dari pertanian tembakau.

  • Aspek Industri

Kebijakan kenaikan tarif cukai tembakau merupakan salah satu langkah preventif perederan rokok ilegal.  Kebijakan ini menjadi bantalan untuk UMKM dengan alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT) untuk membentuk kawasan Industri Hasil Tembakau (KIHT).

  • Aspek Penerimaan

Walaupun kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau dititikberatkan pada pengendalian konsumsi, kebijakan cukai yang ditetapkan mampu mendukung program pembangunan nasional melalui penerimaan negara. Ditargetkan penerimaan cukai dalam APBN 2021 sebesar Rp173.8 triliun.