Pada tanggal 3 Juni 2020, corona virus disease 2019 atau yang lebih dikenal dengan covid-19 telah terkonfimasi secara global bahwa 6 juta orang telah terinfeksi dan 379.941 diantaranya meninggal dunia. Untuk di Indonesia telah terjadi kasus positif covid-19 sebanyak 28.233 kasus dengan 8.406 diantaranya dinyatakan sembuh dan 1.698 diantaranya telah meninggal dunia. Corona virus disease 2019 atau covid-19 telah menimbulkan sebuah imbas yang dirasakan hampir di seluruh sektor kehidupan, termasuk salah satunya adalah perekonomian. Pemerintah Indonesia telah secara resmi menyatakan bahwa corona virus disease 2019 atau Covid-19 sebagai sebuah bencana non alam yang telah mempengaruhi stabilitas ekonomi dan pemasukan negara.
Corona virus disease 2019 atau Covid-19 adalah sekumpulan virus yang dapat menyebabkan penyakit apda burung dan mamalia. Pada manusia, covid-19 menyebabkan infeksi saluran pernapasan. Covid-19 dapat menular dari manusia ke manusia diperkirakan terjadi melalui kontak langsung dalam jarak dekat melalui tetesan kecil atau percikan kecil dari saluran pernapasan yang dihasilkan penderita corona virus disease 2019 tersebut ketika penderita covid-19 tersebut bersin atau batuk.
Menurut data yang berasal dari Kementerian Keuangan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 diperkirakan akan menjadi lebih lambat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi tersebut sangat terasa pada triwulan II dan III. Selain itu, social distancing sebagai sebuah upaya untuk memutus rantai menyebarnya covid-19 telah membuat penurunan pada aktivitas ekonomi dan produktivitas pelaku usaha yang menimbulkan penurunan pada penerimaan pajak. Oleh sebab itu, pemerintah mengambil langkah untuk menjaga keberadaan usaha pada beberapa sektor yang terkena dampak covid-19 dengan memberikan stimulus ekonomi yang berupa insentif pajak.
Adapun insentif perpajakan yang diberikan untuk masa pajak April 2020 sampai dengan September 2020 adalah;
Pertama, guna memberikan peningkatkan pada daya beli masyarakat, pemerintah memberikan tambahan penghasilan yang merupakan insentif PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah.
Kedua, menurunnya nilai tukar rupiah memberikan dampak pada kemampuan para wajib pajak untuk melakukan impor mengalami penurunan, guna mengatasi hal tersebut, pembebasan PPh Pasal 22 diberikan sehingga wajib pajak dapat mempertahankan laju dari aktivitas impor di tengah pandemi covid-19.
Ketiga, potongan PPh Pasal 25 yang mencapai 30 persen diberikan guna menjaga aliran keuangan para wajib pajak untuk mencegah terjadinya pemecatan karyawan dan memberikan kestabilan ekonomi dalam negeri.
Keempat, insentif pengembalian pendahuluan PPN yang membantu memberikan pengoptimalan manajemen kas dan aliran keuangan dari para wajib pajak.
Kelima, PPh final UMKM ditanggung pemerintah. Insentif yang baru dibuat pada PMK-44/PMK.03/2020 yang disebabkan oleh banyaknya sektor informal seperti UMKM yang sangat terpukul oleh dampak dari covid-19
Pada bulan Mei 2020 Direktorat Jenderal Pajak menerima laporan dari realisasi pemanfaatan insentif. Adapun pelaporan insentif tersebut adalah PPh 21 ditanggung pemerintah dan PPh final UMKM ditanggung pemerintah untuk masa pajak April 2020. Laporan realisasi tersebut rencananya akan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menilai efektivitas insentif tersebut. sehingga dari periode yang tersisa, pemberian insentif perpajakan dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal









