Strategi DJP Tingkatkan Penerimaan Pajak Tahun 2021

Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dalam konferensi pers pada Selasa (01/12/2020) menerangkan suatu strategi dalam meningkatkan penerimaan pajak untuk tahun 2021 mendatang. Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan masih belum memulai gebrakan khusus dalam meningkatkan penerimaan pajak tahun 2021, namun akan tetap fokus melebarkan basis pajak.

Instrumen perpajakan tetap digunakan pemerintah sebagai alat dalam menjalankan dan mendukung program pemulihan ekonomi nasional atau PEN seperti memberikan insentif secara terstruktur dan selektif. Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pengawasan dan penegakan hukum guna melakukan penerapan dalam perluasan basis pajak.

Melalui pengawasan dan penegakan hukum yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak, diharapkan dapat mencapai suatu peningkatan dalam pembayaran pajak yang berkualitas, bertambahnya Wajib Pajak yang membayar pajak, dan dapat memperluas basis pajak.

Suryo Utomo merincikan bahwa pada pengawasan akan dilakukan secara kewilayahan dan pengawasan berbasis Wajib Pajak, serta Wajib Pajak menjadi penentu penerimaan.

Kemudian, beliau berpendapat bahwa basis pajak akan diperluas oleh Direktorat Jenderal Pajak sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor I Tahun 2020 (Perppu No.I/2020) yang membahas mengenai pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN transaksi dari luar daerah Pabean pada barang atau jasa yang tidak berwujud.

Selain membahas strategi yang akan dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dalam meningkatkan penerimaan pajak tahun 2021, adapun pembahasan mengenai PPN dapat dijadikan sebagai alat estimasi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penerimaan PPN dari perusahaan digital multinasional dapat digunakan sebagai alat estimasi Pajak Penghasilan atau PPh yang dibayar oleh penyedia layanan digital asing ke depan.

Sri Mulyani tetap membutuhkan kesepakatan mengenai Pilar 1: Unified Approach yang masih menjadi pembahasan negara-negara G20. Walaupun demikian, PPh atau pajak transaksi elektronik atau PTE atas perusahaan digital multinasional memiliki kehadiran ekonomi yang signifikan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.

Menteri Keuangan berpendapat bahwa berbeda dengan PPN yang dapat dipungut tanpa membutuhkan persetujuan. Pada kesepakatan dalam pemungutan PPh atas penghasilan yang diperoleh perusahaan asing di negara pasar masih belum mencapai standar. Sebab, terdapat kendala pada pembagian keuntungan lintas yurisdiksi.

Pada kabar tersebut, Menteri Keuangan masih mengharapkan kesepakatan dapat tercapai agar mampu memberikan kepastian pajak. Namun, apabila kesepakatan pada pilar tersebut belum juga tercapai bukan berarti Indonesia tidak dapat melakukan pemungutan pajak.

Pada kondisi tersebut, pemerintah akan tetap melakukan pemungutan pajak seperti memungut pajak dari perusahaan digital asing sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini.

Sekedar informasi, Undang-Undang Nomor 2 tahun 2020 yang mengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2020 telah mengatur tentang pengenaan PPh atau PTE serta PPN atas perusahaan digital asing.