Simak Pengenaan Pajak Virtual Office

Pandemi dan perkembangan teknologi yang pesat, mendorong transformasi ruang kerja non-konvensional.

Salah satunya adalah kantor virtual yang banyak digunakan oleh perusahaan-perusahaan rintisan (start-up) masa kini. Virtual office dapat berupa bangunan bergengsi yang digunakan untuk kegiatan bisnis dengan fungsi minimalis untuk kegiatan administrasi dan kesekretariatan kantor saja. 

Terdapat setidaknya tiga konsep persewaan virtual office dengan konsep yang berbeda. 

1.   Kantor administrasi virtual 

Merupakan sebuah layanan dalam perkantoran sebagai representasi administratif perusahaan. Pengelola kantor ini juga menyediakan fasilitas resepsionis sebagai penerima telepon serta pengurusan surat-menyurat.

Namun, terdapat 4 bidang usaha yang tidak diperbolehkan menggunakan kantor ini, yaitu e-commerce, pariwisata, konstruksi, dan properti.

2.   Kantor servis (serviced office

Sebuah kantor dengan fasilitas yang lebih lengkap seperti furniture, perlengkapan komputer, resepsionis, sambungan internet, hingga pramubakti. Kantor servis dapat disewakan harian, bulanan, maupun tahunan. Konsep ini banyak diminati karena harganya yang terjangkau dibandingkan kantor konvensional.

Serviced office mampu menjadi alternatif solusi untuk bisnis yang tidak diijinkan menggunakn kantor administrasi virtual. Pengusaha juga diizinkan untuk menyewa selama 5 tahun, berbeda dengan konsep sebelumnya dimana hanya diberi izin usaha 1 tahun.

3.   Kantor Bersama (co-working space)

memiliki konsep yang berbeda dengan 2 konsep sebelumnya, dimana semua pekerja lepas dan para pekerja industri kreatif dapat berbagi kantor. Mereka bisa saling bertemu dan berbagi satu ruangan yang dilengkapi dengan meja kerja, internet, hingga ruang rapat yang lengkap dengan perangkat multimedia.

Legalitas Virtual Office

Setidaknya di DKI Jakarta, pemerintah telah menyetujui legalitas virtual office sebagaimana telah dicantumkan dalam Surat Edaran Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP) Nomor 06/SE/2016 tentang Penerbitan Surat Keterangan Domisili dan Izin-Izin Lanjutannya Bagi Pengguna Virtual Office.

Dasar hukum yang mengatur tentang perpajakan virtual office tercantum pada Pasal 1 ayat 22 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan NPWP Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang isinya, 

“Kantor Virtual (virtual office) atau Kantor Bersama (co-working space), yang selanjutnya disebut Kantor Virtual, adalah suatu kantor yang memiliki ruangan fisik dan dilengkapi dengan layanan pendukung kantor yang disediakan oleh pengelola kantor virtual untuk dapat digunakan sebagai tempat kedudukan, tempat kegiatan usaha, atau korespondensi secara bersama-sama oleh 2 (dua) atau lebih pengusaha yang atas pemanfaatan kantor dimaksud terdapat pembayaran dalam bentuk apapun, tidak termasuk jasa persewaan gedung dan jasa persewaan kantor (serviced office).”

Pengenaan pajak penghasilan atas persewaan virtual office

Lalu, bagaimana pengenaan pajak atas virtual office?

–   PPh Final Pasal 4 ayat (2)

Persewaan kantor dengan konsep servis dan kantor bersama dikenakan tarif 10% dari jumlah bruto nilai sewa yang termasuk dalam biaya perawatan, pemeliharaan, keamanan, layanan, dll.

–   PPh Pasal 23

PPh 23 dikenakan kepada kantor virtual yang hanya menyewa alamat saja atau menyewa server/bandwidth, tanpa adanya ruangan yang ditempati. Jenis pajak ini dapat dikategorikan sebagai sewa sehubungan dengan penggunaan aset kantor tersebut dengan tarif sebesar 2%. Bukti pemotongan PPh Pasal 23 ini dapat digunakan sebagai kredit pajak bagi pengelola bangunan sehingga dapat mengurangi pajak yang dibayarkan dalam perhitungan SPT tahunan PPh badan.