Per tanggal 1 Juli 2020, Pemerintah secara resmi melakukan penarikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari barang dan/atau jasa digital melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak. Dalam kebijakan penarikan Pajak Pertambahan Nilai tersebut, jumlah pajak yang dikenakan adalah sebesar 10 persen dari nilai yang dibayarkan oleh pembeli atau penerima barang dan/atau jasa. Peraturan penarikan pajak pertambahan nilai dari barang dan/atau jasa digital terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 yang memberikan penjelasan tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Jumlah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (indef) Tauhid Ahmad, dalam memberikan tanggapan mengenai hal tersebut, Ia mengatakan bahwa pihaknya memberikan dukungan pada keputusan yang diambil oleh pemerintah dalam penerbitan peraturan tersebut. Ia juga berpendapat bahwa nilai dari Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 persen yang diberlakukan oleh pemerintah, sudah termasuk cukup moderat dan proporsional.
Pada hari Minggu, 17 Mei 2020, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance tersebut berkata “Besaran PPN 10 persen juga memiliki porensi yang besar terhadap penerimaan negara. Penarikan pajak ini juga termasuk cara yang paling moncer digunakan di tengah pandemi. Apalagi saat ini perputaran data digital di era pandemi jauh lebih besar dari sebelumnya.” Ia Memberikan penjelasan bahwa dengan melakukan pertimbangan pada kondisi saat ini, tidak akan dapat dipungkiri bahwa pemasukan yang diberikan oleh pajak pertambahan nilai terhadap ekonomi akan sangat besar. Tetapi, walaupun demikian, kemungkinan para masyarakat menjadi terbebani karena pengenaan pajak PPN tersebut masih ada.
Oleh karena hal tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance, Tauhid Ahmad berpendapat bahwa pemerintah wajib mempunyai solusi bersama dalam rencana memberlakukan pengenaan pajak yang telah direncanakan tersebut. Ia memberikan saran agar tidak seluruh bagian pajak dibebankan hanya kepada para konsumen, namun perusahaan yang memiliki keterkaitan juga dapat ikut dibebankan oleh pajak yang diberlakukan. Langkah tersebut diyakini bahwa akan dapat meminimalisir kemungkinan dari adanya penolakan dari para konsumen.
Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance, memberikan sebuah catatan untuk para pemerintah agar dapat memberikan kepastian keamanan data dan informasi pribadi dari para konsumen dapat terjamin. Selain hal tersebut, Tauhid juga meminta kepada para pemerintah untuk dapat melakukan klasifikasi pengenaan pajak terhadap penggunaan transaksi digital. Hal tersebut menjadi seperti demikian dikarenakan, akan ada perbedaan yang dapat tergolong signifikan yang memiliki keterkaitan dengan jenis dari penggunaan dan bebannya ke para konsumen dalam melakukan pemanfaatan transaksi digital.









