NIK Dipersamakan Dengan NPWP, Diberlakukan Mulai Kapan?

Rancangan Undang Undang Harmonisasi Perpajakan (RUU HPP) secara resmi diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 pada tanggal 29 Oktober 2021 oleh Presiden Joko Widodo, yang sebelumnya pada tanggal 7 Oktober 2021 telah disahkan pemerintah bersama DPR. UU HPP memiliki enam ruang lingkup peraturan antara lain Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Karbon, Cukai, dan Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau yang sering dikenal sebagai Tax Amnesty Jilid II. 

Sejak diberlakukannya UU HPP, ada beberapa kebijakan yang sempat menjadi headline atau berita utama, salah satunya Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1a) UU HPP. NIK merupakan nomor identitas yang diberikan kepada seseorang yang telah terdaftar sebagai penduduk Indonesia dan berlaku seumur hidup, sedangkan NPWP yaitu nomor seri yang dimiliki oleh seseorang yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai wajib pajak. Hal ini ditujukan agar terciptanya Single Identity Number (SIN) sebagai satu nomor tunggal yang akan digunakan dalam akses data kependudukan guna mendapatkan layanan publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (4) UU Administrasi Kependudukan.  

Masih banyak kesalahpahaman yang terjadi terkait kebijakan integrasi NIK sebagai NPWP, masyarakat menduga jika semua orang yang sudah memiliki NIK wajib menjalankan kewajiban perpajakan seperti, mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP, membayar serta melaporkan pajak yang terutang. Pada dasarnya yang wajib membayar pajak yakni seseorang yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sebagai wajib pajak menurut peraturan perpajakan. Ketika seseorang telah terdaftar sebagai penduduk Indonesia yang ditunjukan dengan NIK, tetapi orang tersebut belum memiliki penghasilan atau penghasilan dibawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), maka belum dapat dikatakan sebagai wajib pajak. 

Pembayaran pajak dilakukan jika wajib pajak orang pribadi memperoleh penghasilan diatas PTKP, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 besaran PTKP bagi wajib pajak orang pribadi sebesar 54.000.000 setahun dan tambahan 4.500.000 bagi wajib pajak menikah dan memiliki tanggungan lurus satu derajat ke atas/ke bawah sedarah atau semenda. Bagi wajib pajak yang seorang pengusaha atau usahawan, pembayaran pajak dilakukan apabila peredaran bruto di atas 500.000.000 setahun, ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan pemberitaan terkait integrasi NIK dipersamakan dengan NPWP “NIK dipersamakan dengan NPWP guna penyederhaan dan konsistensi data perpajakan” jelas Menkeu dalam Sosialisasi UU HPP di Bandung, jumat (17/12/2021). NIK digunakan sebagai basis data wajib pajak orang pribadi, sedangkan untuk wajib pajak badan masih berlaku Nomor Induk Berusaha (NIB) dalam memenuhi kewajiban perpajakan.  

Ketentuan NIK sebagai NPWP: 

  1. NIK sebagai penanda identitas yang belum memiliki NPWP 
  2. NIK dan NPWP sebagai identitas wajib pajak orang pribadi yang telah memiliki NPWP dan  
  3. NPWP sebagai identitas wajib pajak badan atau wajib pajak luar negeri yang tidak memiliki NIK.  

Kedua data tersebut akan tersinkron dan tervalidasi menjadi data tunggal wajib pajak. 

Integrasi NIK sebagai NPWP diyakini mampu memberantas praktik penumpang gelap atau shadow economy yang merupakan praktik penumpang gelap. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menilai tingkat shadow economy mencapai 30-40% dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang dapat menyebabkan underestimate dari nilai sebenarnya. Menurut OECD, shadow economy merujuk pada kegiatan yang dilakukan oleh beberapa oknum untuk kepentingan pribadi atau atas dasar menghindari/menggelapkan pajak. Pada dasarnya pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak digunakan untuk membiayai rumah tangga negara sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Implementasi NIK sebagai NPWP merupakan bentuk sumbangsih wajib pajak sebagai agen perubahan atau transformasi menuju Indonesia yang lebih baik kedepannya. 

Implementasi UU HPP sudah berlaku sejak awal tahun 2022, dan khusus untuk kebijakan NIK sebagai NPWP akan berlaku mulai tahun 2023 mendatang. Menteri yang mengelola urusan pemerintahan dalam negeri memberikan data kependudukan masyarakat Indonesia dan data balikan kepada menteri keuangan untuk diintegrasikan dengan sistem perpajakan. Pro dan kontra terhadap aturan ini pun bermunculan, pihak yang setuju menyatakan integrasi NIK dipersamakan dengan NPWP dapat memperbaiki database perpajakan, meningkatkan penerimaan perpajakan, dan meminimalkan tingkat shadow economy, karena terdatanya seluruh transaksi ekonomi yang terjadi. Sedangkan, ada beberapa pihak yang tidak setuju dikarenakan NIK yang digunakan dalam database perpajakan dapat membahayakan data pribadi masyarakat. Menkeu Sri Mulyani menegaskan dalam konferensi pers, “walaupun data pribadi diketahui bukan berarti data pribadi wajib pajak dapat diterobos oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, otoritas pajak akan tetap menjaga kerahasiaan data wajib pajak”. 

Terdapat dua pola yang berbeda untuk mengaktifkan NIK sebagai NPWP. Pola dimana masyarakat mendaftarkan sendiri ke KPP terdekat atau diaktifkan secara otomatis oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dengan mempertimbangan peraturan perpajakan yang berlaku pada saat itu, jelas Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Hestu Yoga Saksama. 

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulan integrasi NIK sebagai NPWP yang akan berlaku pada tahun 2023, bertujuan untuk memperbaiki database perpajakan dan meningkatkan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak sehingga meminimalkan tingkat shadow economy yang terjadi. Upaya ini diyakini dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak karena terdatanya seluruh transaksi ekonomi yang terjadi. 

Jangan pernah bertanya apa yang kita dapatkan dari negara, tetapi tanyalah apa yang kita bisa sumbangkan untuk negara. Melalui implementasi UU HPP, yakni integrasi NIK sebagai NPWP menjadi wajib bagi wajib pajak untuk mensukseskan dengan peran aktif mengawal kesuksesan NIK sebagai NPWP yang akan berlaku penuh mulai tahun 2023.