Menjadi Wajib Pajak yang Bermoral dan Penuh Integritas

Indonesia merupakan negara besar yang terdiri dari berbagai pulau dan juga masyarakat yang beragam, baik dari suku, agama, dan budaya. Masyarakat Indonesia selalu diajarkan untuk memiliki moral dan juga integritas dalam berpikir dan berperilaku. Cara berpikir dan berperilaku merupakan cerminan diri atau jati diri yang sesungguhnya. Sebagai pribadi yang bermoral tentunya harus selalu memiliki sifat yang jujur dan selalu dibarengi dengan rasa tanggung jawab yang tinggi, termasuk dalam hal menjadi seorang wajib pajak.

Seseorang ditetapkan sebagai Wajib Pajak tentunya bukan tanpa alasan, proses penetapan tersebut didasarkan atas kepercayaan dari pemerintah untuk bersama-sama membangun Indonesia menjadi lebih baik melalui proses perpajakan dari semua wajib pajaknya. Seseorang dikatakan bermoral apabila mempunyai pertimbangan yang baik dalam menentukan baik buruknya suatu hal, dan tentunya seseorang yang bermoral adalah seseorang yang memiliki akhlak yab baik. Sedangkan seseorang dikatakan memiliki integritas apabila seseorang dapat menyesuaiakan antara ucapan dan tindakannya, dan seseorang yang berintegritas tentunya adalah seseorang memiliki pribadi yang jujur dan karakter yang kuat.

Berdasarkan prinsip moral dan integritas tersebut, maka seharusnya bisa diaplikasikan langsung oleh seorang wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Indonesia menganut prinsip self assessment yang dianut oleh Indonesia yang menyatakan bahwa wajib pajak diberikan kewenangan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar sendiri, dan melaporkan pajak yang terutang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sehingga penentuan besarnya pajak yang terutang diwewenagkan kepada Wajib Pajak sendiri melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Berdasarkan prinsip tersebut tentunya menuntut seorang wajib pajak untuk selalu mengedepankan prisip moralitas dan integritas dalam menyampaikan pelaporan perpajakannya. Dengan diberikannya kewenangan untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajaknya bukan berarti seorang wajib pajak dapat berperilaku seenaknya saja dan tidak jujur dalam menyampaikan pelaporan pajaknya.

 

Bagaimana Jika Wajib Pajak Tidak Jujur Dalam Menyampaikan SPT-nya?

Tentu saja perilaku tersebut tidak dapat ditolerir sama sekali, hal tersebut merupakan suatu tindakan yang bisa dituntut secara pidana. Kita kembali ke beberapa tahun silam terkait adanya kasus “gayus” yang sempat membuat gempar negeri ini, bagaimana tidak seseorang yang seharusnya menjadi petugas dan teladan bagi wajib pajak malah melakukan suatu tindakan tak bermoral dan memalukan bagi instansi negara ini. Seorang “gayus” terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dalam menjalankan tugas dan wewenang yang dimilikinya, dimana dalam kasus tersebut gayus terbukti menerima suap, korupsi, dan tindakan pencucian uang yang melibatkan para mafia perpajakan. Kasus yang menjerat “gayus” tersebut sangat mencederai prinsip-prinsip moral dan kejujuran, selain itu kasus tersebut juga menghancurkan citra aparat perpajakan. Akibat ulahnya tersebut “gayus” telah dituntut oleh kejaksaaan dan divonis secara pidana dengan hukuman penjara selama 29 tahun.

Hingga saat ini masih ada stigma negatif yang beredar di kalangan masyarakat terkait aparat perpajakan yang dinilai selalu menggelapkan pajak yang dibayarkan masyarakat, sehingga hal itu juga membuat masyarakat menjadi antipati terhadap segala hal tentang pajak termasuk membayar dan melaporkan kewajiban pajaknya. Nama “gayus” selalu terngiang di benak masyarakat mengingat sepak terjang yang sudah pernah dilakukannya, bahkan meskipun muncul kasus baru pun akan selalu dikaitkan dengan “gayus”.

Kita sebagai wajib pajak hendaknya tidak mengikuti perilaku yang dilakukan oleh gayus, kita hendaknya selalu memiliki moral yang baik dan menjunjung tinggi integritas dalam berperilaku. Sebagai Wajib Pajak kita harus selalu jujur dan disiplin dalam menyampaikan kewajiban perpajakan kita sesuai dengan prinsip self assessment dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.