Istilah pajak internasional memang sudah terdengar tidak asing lagi bagi sebagian orang yang familiar dengan lingkungan perpajakan dan akuntansi, namun bagi orang awam pajak internasional dapat terlihat ambigu dan membingungkan. Jadi apa sih sebenarnya pajak internasional itu?
Pajak internasional dapat didefinisikan sebagai kesepakatan antar negara yang memiliki Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda atau yang sering disebut dengan P3B. Ketentuan dasar pajak internasional ini mengacu pada Konvensi Wina. Diberlakukannya persetujuan ini dapat menyebabkan ketentuan perpajakan yang berlaku di negara tertentu tidak lagi berlaku bagi penduduk atau organisasi asing, jika telah disetujui dalam kesepakatan bilateral antar negara yang bersangkutan.
Secara garis besar, pajak internasional mengatur dua hal, yakni pemajakan subjek pajak dalam negeri yang mendapatkan penghasilan dari sumber di luar negeri, dan pemajakan subjek pajak luar negeri yang menerima yang mendapatkan penghasilan dari sumber di dalam negeri.
Perjanjian ini diberlakukan untuk menghindari terjadinya pajak berganda karena perbedaan ketentuan pajak antar negara, sehingga pajak internasional lah yang menjadi penengah saat terjadinya hal tersebut.
Selain itu, pajak internasional ini juga bertujuan guna untuk meningkatkan taraf perekonomian serta perdagangan untuk kedua negara yang berhubungan, dan bertujuan untuk meminimalisir hambatan pada investasi atas penanaman modal asing yang diakibatkan oleh perlakuan pengenaan pajak yang diberlakukan untuk kedua negara yang bersangkutan.
Setidaknya terdapat 2 faktor yang sangat mempengaruhi terjadinya kesepakatan ini, antara lain:
- Personal Connecting Factor, yaitu faktor yang menghubungkan hak perpajakan suatu negara berdasarkan status pada suatu subjek pajak negara yang berkaitan, namun untuk WP pribadi ketentuannya dilihat dari tempat tinggal dan keberadaannya.
- Objective Connecting Factor, yaitu faktor yang menghubungkan hak perpajakan suatu negara berdasarkan dengan aktivitas ekonomi atau objek pajak yang berkaitan dengan daerah teritorial suatu negara.
Lantas bagaimana dengan kebijakan pajak internasional ini di Indonesia ?
Indonesia sendiri sebagai negara yang memang sering menjalin hubungan dengan negara lainnya seperti dalam aktivitas impor, ekspor serta aktivitas lainnya juga sebenarnya termasuk dalam kategori perdagangan internasional karena dari aktivitas tersebut akan mengakibatkan wajib pajak dalam negeri memperoleh suatu penghasilan. Selain itu pada dasarnya Indonesia memang sudah menandatangani konvensi wina dimana dalam konvensi tersebut tercantum kekuatan hukum yang mengikat diantara negara-negara yang juga menandatangani konvensi tersebut.
Dalam hal perlakuan pajaknya pengenaannya hanya dibatasi pada subjek serta objek pajak yang berada pada wilayah Indonesia saja, atau bisa diartikan bahwa suatu badan yang tidak berkedudukan di Indonesia umumnya tidak akan dikenakan pajak dengan ketentuan yang dimiliki Indonesia. Namun dalam hal ini, pajak yang dikenakan akan berkaitan dengan subjek dan objek yang berada di luar wilayah Indonesia yang memiliki hubungan yang cukup dekat terkait dengan perekonomian dan hubungan kenegaraan dengan Indonesia sendiri.
Hal ini sudah tercantum dalam Peraturan Perpajakan Nasional yang mengatur tentang P3B dalam Undang Undang PPh pada Pasal yang ke 32A yang membahas tentang adanya kewenangan pemerintah untuk melakukan segenap perjanjian dengan pemerintahan negara lain guna untuk menghindari pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak, dan diatur dalam Peraturan Perpajakan Nasional UU PPh pada Pasal yang ke 3 yang membahas tentang apa saja yang tidak termasuk dalam subjek pajak, serta ketentuan-ketentuan lainnya.









