Salah satu metode yang dapat digunakan untuk memanfaatkan aset dalam dunia bisnis adalah sewa dengan perjanjian BOT (Building-Operation-Transfer). Metode ini dapat memungkinkan pemilik aset tanah dapat bekerjasama dengan pihak lain (investor) yang akan menggunakan lahan tersebut untuk mendirikan bangunan di tanah tersebut. Seperti halnya sewa, maka kepemilikan tanah setelah jangka panjang akan diserahkan kembali kepada pemilik tanah, begitu pula dengan bangunannya. Pajakku akan coba uraikan lebih lanjut mengenai konsep dan pemahaman perjanjian sewa BOT dalam artikel berikut.
Dasar Hukum
Sietem sewa dengan perjanjian BOT diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2017 terkait dengan PPh atas Penghasilan dari Sewa Tanah dan/atau Bangunan.
Pengertian Sewa dengan BOT (Building-Operation-Transfer)
Building-Operation-Transfer atau juga dikenal dengan istilah Bangun-Guna-Serah merupakan suatu bentuk perjanjian kerja sama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor. Perjanjian ini biasanya menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah baik setelah atau sebelum investor mengoperasikannya.
Manfaat Sewa dengan BOT
Dengan perjanjian bangun-guna-serah, aset dapat dimanfaatkan secara efektif. Pemilik tanah dapat memperoleh bangunan tanpa mengeluarkan biaya konstruksi di awal dan dapat memanfaatkan tanahnya tanpa harus kehilangan hak miliknya di akhir masa sewa. Pihak yang menyewa (investor) juga dapat menggunakan tanah tersebut dalam jangka waktu sewa yang sudah disepakati. Investor dapat mengembangkan proyek dengan biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan membeli tanah tersebut.
Baca juga: Mekanisme & Perhitungan Pajak atas Persewaan Tanah dan Bangunan
Ketentuan Perpajakan
Ketentuan pengenaan pajak pada transaksi dengan perjanjian BOT ini diatur dalam Pasal 2 PP Nomor 34 Tahun 2017 yang menjelaskan bahwa:
- Atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan baik sebagian maupun seluruhnya yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan akan dikenakan PPh yang bersifat final.
- Penghasilan yang dimaksud dalam hal ini adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan pemegang hak atas tanah dari investor terkait yang melakukan perjanjian BOT, penghasilan tersebut meliputi:
- penghasilan yang didapatkan dari pembayaran berkala selama masa perjanjian BOT;
- penghasilan yang dapat berupa bangunan yang diserahkan sebelum perjanjian BOT berakhir;
- penghasilan berupa bangunan yang diserahkan atau seharusnya diserahkan pada saat perjanjian BOT berakhir; dan/atau
- penghasilan lain berkaitan dengan perjanjian BOT, termasuk pembayaran yang berkaitan dengan bagi hasil penggunaan bangunan serta denda perjanjian BOT.
Atas penghasilan-penghasilan di atas, akan dikenakan PPh final sebesar 10% dari jumlah bruto atas nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.
Contoh Perhitungan
PT Sinone pada tahun 2023 memiliki sebidang tanah yang tidak digunakan dalam kegiatan usahanya. Untuk memanfaatkan aset tersebut agar hasilnya maksimal, maka PT Sinone melakukan perjanjian BOT dengan PT Konstruksi sebuah perusahaan konstruksi. PT Sinone dan PT Konstruksi sepakat melakukan perjanjian dengan durasi 20 tahun.
Biaya konstruksi seluruhnya ditanggung oleh PT Konstruksi sebesar Rp60 miliar. Pendapatan tahunan dari sewa yang akan diterima PT Sinone diperkirakan sebesar Rp12 miliar per tahun.
Dalam hal ini PT Sinone sebagai pihak yang memiliki dan menyewakan tanah kepada PT Konstruksi. Sedangkan PT Konstruksi bertindak sebagai investor atau orang yang diberikan hak oleh pemilik tanah untuk mendirikan bangunan di tanah tersebut.
Maka perhitungan PPh finalnya adalah sebagai berikut:
- PT Sinone sebagai yang menyewakan tanah akan dipotong penghasilan final 10% atas penghasilan sewa yang diterima dari PT Konstruksi tiap tahunnya. Dengan perhitungan sebagai berikut:
PPh Final = 10% x Rp12 miliar = Rp1,2 miliar
PPh final ini dibayar sesuai dengan waktu pembayaran berkala dari PT Konstruksi, sehingga dalam kasus ini akan dibayar per tahun. PT Konstruksi merupakan pemotong pajak, sehingga atas pembayaran dari PT Konstruksi kepada PT Sinone, selain melakukan pembayaran sewa, juga akan melakukan pemotongan pajak final. Namun, apabila PT Sinone bertransaksi dengan pihak yang bukan termasuk sebagai pemotong pajak, maka PT Sinone harus melakukan penyetoran sendiri PPh final tersebut.
- Apabila PT Konstruksi di akhir masa sewa menyerahkan bangunan tersebut dengan nilai Rp40 miliar, maka atas penyerahan berupa bangunan tersebut juga akan dikenakan pajak penghasilan final sebesar 10% dengan perhitungan sebagai berikut:
PPh Final = 10% x Rp40 miliar = Rp1,4 miliar
- Apabila terdapat penghasilan dari bagi hasil antara PT Sinone dan PT Konstruksi sebesar Rp10 juta per bulan. Atas penghasilan bagi hasil ini, juga akan dikenakan pph final 10% dengan perhitungan sebagai berikut:
PPh Final = 10% x Rp10 juta= Rp1 juta
Penghasilan yang diperoleh PT Sinone sehubungan dengan perjanjian BOT akan dikenakan PPh final, kecuali penghasilan yang diterima dari jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya.
Perjanjian ini dapat memungkinkan pembangunan tanpa modal besaar di awal dan memastikan bahwa kepemilikan tanah tetap menjadi hak pemiliknya. Dengan demikian opsi melakukan sewa dengan perjanjian BOT dapat menjadi solusi strategis yang dapat memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak yang bertransaksi.









