Direktur Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan pajak sesuai dengan Pasal 8 Ayat 4 Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Berdasarkan aturan tersebut juga ditentukan bahwa wajib pajak yang sudah atau belum melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT masa dan tahun yang diperiksa. Pengungkapan ketidakbenaran juga dapat dilakukan ketika pemeriksaan bukti permulaan dilakukan. Namun, ada juga beberapa kondisi tertentu yang termasuk dalam masa pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT. Apa saja itu? Berikut Pajakku telah merangkumnya.
Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
- Saat Pemeriksaan Pajak
Dalam pemeriksaan pajak, Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk mengungkapkan ketidakbenaran dalam pengisian SPT sesuai dengan keadaan sebenarnya. Pengungkapan ini diperbolehkan kecuali pemeriksa telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP). Pengungkapan ketidakbenaran tidak menghentikan proses pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP. Proses pemeriksaan tetap dilakukan untuk memastikan informasi wajib pajak akurat. Berdasarkan hasil pemeriksaan, diterbitkan surat ketetapan pajak yang memperhitungkan keterbukaan informasi dan perhitungan besarnya pajak yang dibayar Wajib Pajak. Jika terungkap adanya informasi yang tidak akurat atau tidak mencerminkan keadaan sebenarnya, akan dikeluarkan surat ketetapan pajak yang mencerminkan keadaan sebenarnya.
Ketidakbenaran pengisian SPT diungkap oleh Wajib Pajak melalui laporan tertulis yang ditandatangani oleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) PP No. 74 Tahun 2011 sampai dengan PP No. 50 Tahun 2022. Laporan tersebut harus dilampiri dengan:
- Jumlah pajak yang kurang dibayar sesuai keadaan sebenarnya dalam formulir SPT.
- Surat Setoran Pajak (SSP) untuk melunasi pajak yang belum dibayar.
- SSP untuk sanksi administrasi berupa bunga.
- Saat Pemeriksaan Bukti Permulaan
Apabila terdapat bukti adanya tindak pidana di bidang perpajakan, maka akan dilakukan pemeriksaan bukti permulaan. Berdasarkan UU KUP, Wajib Pajak yang tidak atau sengaja tidak menyampaikan SPT, atau menyampaikan SPT yang salah atau tidak lengkap, dapat dikenakan sanksi pidana. Dalam pemeriksaan bukti permulaan, Wajib Pajak masih diperbolehkan untuk mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT, merujuk pada Pasal 7 ayat (1) PP No. 50 Tahun 2022. Pengungkapan ini dapat dilakukan atas inisiatif sendiri, kecuali penyidikannya telah dilaporkan ke Kejaksaan oleh penyidik resmi POLRI. Pengungkapan ketidakbenaran dilakukan melalui pernyataan tertulis yang ditandatangani oleh Wajib Pajak dan disertai dengan dokumen sebagai berikut:
- Perhitungan kekurangan pembayaran pajak yang sebenarnya terutang.
- SSP sebagai bukti pelunasan kekurangan pajak yang sebenarnya telah dibayar.
- SSP untuk membayar sanksi administratif berupa denda sebesar 100%.
Jika pengungkapan ketidakbenaran atas SPT tersebut benar, maka Wajib Pajak tidak akan diperiksa lebih lanjut.
Mekanisme dan Prosedur Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
1)Wajib Pajak menyampaikan keterbukaan atas kesalahan pengisian SPT kepada KPP tempat Wajib Pajak terdaftar, dengan ketentuan sebagai berikut:
- Laporan tertulis harus ditandatangani oleh Wajib Pajak, agennya, atau kuasanya.
- Menghitung jumlah pajak yang kurang dibayar sesuai keadaan sebenarnya dalam format SPT.
- Melampirkan SSP untuk pembayaran pajak yang belum dibayar.
- Melampirkan SSP untuk pembayaran sanksi administratif berupa kenaikan lima puluh persen (50%). Apabila pengungkapan kesalahan pengisian SPT tidak mengakibatkan kurang bayar pajak, maka pengungkapan tersebut tidak perlu disertai dengan SSP.
2) Kekeliruan pengungkapan SPT disampaikan kepada Kantor Pajak Terdaftar melalui loket Pusat Pelayanan Terpadu (TPT) dan diteruskan ke departemen yang bersangkutan.
3) Proses selesai.
Dampak Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian SPT
Berdasarkan laporan tersebut, apabila Wajib Pajak mengungkapkan SPT yang tidak diisi dengan benar, dapat timbul situasi seperti pajak yang belum dibayar bertambah atau berkurang, kerugian dari ketentuan perpajakan bisa lebih kecil atau lebih besar, aset bertambah atau menyusut, serta jumlah modal bertambah atau berkurang.
Sanksi atas Pengungkapan Ketidakbenaran SPT
- Sanksi Administratif: Sanksi administratif dapat dikenakan kepada Wajib Pajak yang mengisi SPT dengan keterangan yang tidak benar atau tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya. Sanksi administratif ini biasanya berupa kenaikan jumlah pajak yang kurang dibayar sebesar 50% karena kesalahan pengisian SPT.
- Perubahan Jumlah Pajak: Pengungkapan SPT yang tidak benar dapat mengakibatkan perubahan jumlah pajak yang terutang. Jika dalam SPT asli terdapat ketidakbenaran, maka perubahan tersebut dapat memengaruhi jumlah pajak yang harus dibayar atau dikembalikan.
- Kerugian Ketentuan Perpajakan: Apabila dalam SPT terdapat salah saji yang material, maka Wajib Pajak dapat menderita kerugian ketentuan perpajakan. Misalnya, jika seorang Wajib Pajak menghilangkan penghasilan tertentu atau meminta pengurangan yang sebenarnya tidak berlaku, maka hal itu dapat memengaruhi jumlah pajak yang terutang.
- Sanksi Bunga: Sanksi administratif diubah menjadi sanksi bunga sehubungan dengan pengungkapan kesalahan pengisian SPT. Wajib Pajak yang terbukti salah mengisi SPT harus membayar bunga atas jumlah pajak yang kurang dibayar.
- Hasil Pemeriksaan: Jika dalam pemeriksaan pajak ternyata SPT tidak diisi dengan benar, maka akan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang mencerminkan keadaan sebenarnya. SKP ini memuat perubahan besaran pajak dan sanksi administrasi yang berlaku.









