Kebijakan pada perubahan tarif Bea Materai menjadi Rp 10.000 akhirnya sudah diterbitkan secara resmi. Bentuk kebijakan tersebut berupa Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai. Undang-Undang Bea Materai sudah disetujui sejak 29 September oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan diundangkan pada 26 Oktober 2020. Undang-Undang Bea Materai tersebut dapat diberlakukan mulai 1 Januari 2021 mendatang.
Peraturan pada UU 10/2020 tersebut menggeser UU 13/1985 guna menyesuaikan kondisi perkembangan hukum saat ini. Pada Undang-Undang Bea Materai sebelumnya dinilai sudah tidak sesuai dan tidak dapat berperan banyak terhadap tata kelola bea materai dan kebutuhan masyarakat.
Adapun beberapa kebijakan baru yang dikeluarkan pada UU 10/2020. Menurut kebijakan dalam Pasal 2 tertulis bahwa peraturan-peraturan bea materai dilakukan dengan dasar kepastian hukum, efisiensi, keadilan, kesederhanaan, dan kemanfaatan. Berdasarkan pasal tersebut terdapat 5 tujuan yang hendak dicapai.
Pertama, melakukan optimalisasi pada penerimaan negara untuk mengakomodasi berupa memberikan biaya pembangunan nasional secara mandiri demi mensejahterakan masyarakat Indonesia. Kedua, adanya kepastian hukum dalam kegiatan pemungutan bea materai. Ketiga, kebutuhan masyarakat disesuaikan. Keempat, keadilan dalam pengenaan materai. Kelima, menyesuaikan ketentuan terhadap bea materai dengan ketentuan pada peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.
Menurut Pasal 3 ayat (1), terdapat dua jenis dokumen yang dikenakan bea materai. Pada dokumen pertama bersifat perdata yang berguna untuk menerangkan suatu kejadian. Pada dokumen kedua merupakan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti dalam pengadilan.
Selanjutnya, pada Pasal 7 tertera bahwa terdapat dokumen yang tidak dikenakan bea materai. Dokumen yang dimaksud seperti segala bentuk ijazah, surat gadai, dokumen atas lalu lintas orang dan barang, tanda terima pembayaran gaji, tanda bukti penerimaan uang negara baik dari kas negara maupun daerah atau bank, serta tanda pembagian keuntungan baik berupa bunga atau imbalan hasil dari surat berharga.
Menurut Pasal 13 ayat (2) membahas ciri umum pada materai tempel. Ciri umum yang dimaksud yaitu terdapat lambang Garuda Pancasila, keterangan “Materai Tempel”, dan nilai nominal materai. Pada materai elektronik dijelaskan dalam Pasal 14 bahwa materai tersebut memiliki kode dan keterangan tertentu yang diatur dalam Peraturan Menteri.
Menurut Pasal 24, terdapat ketentuan pidana bagi pihak yang melakukan pemalsuan atau peniruan materai akan dipenjara selama 7 tahun atau denda senilai Rp 500.000.000. Pada Pasal 25, terdapat ketentuan pidana bagi pihak yang memakai, menjual, menawarkan, menyerahkan, memiliki persediaan materai palsu akan dipenjara selama 7 tahun atau denda senilai Rp 500.000.000.
Lalu, pada Pasal 26 terdapat ketentuan pidana bagi pihak yang menghilangkan tanda atau ciri-ciri pada materai, bahkan memperjualbelikan materai bekas akan dipenjara selama 3 tahun atau denda Rp 200.000.000.









