Hukum Pajak yang Berlaku di Indonesia

Sebuah kebijakan yang mengatur mengenai perpajakan di Indonesia dibuat dan disahkan melalui Undang-Undang (UU) yang dimana kebijakan tersebut berlandaskan pada hukum yang kuat untuk mengaturnya.

Pada dasarnya, hukum pajak merupakan sekumpulan dari peraturan-peraturan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban, serta hubungan antara Wajib Pajak dan juga pemerintah atau pemungut pajak yang bersangkutan. Pemerintah dalam hal ini akan diwakilkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang memiliki kewenangan untuk mengatur atau mengelola hal-hal yang berkaitan dengan perpajakan.

Terdapat ahli yang mengatakan bahwa hukum pajak ini masuk ke dalam bagian dari hukum public, karena hukum pajak mengatur hubungan antara Wajib Pajak dengan pemerintah.

Jenis-Jenis Hukum Pajak

Berikut ini merupakan beberapa jenis dari hukum pajak, yaitu:

1. Hukum Pajak Formal

Hukum ini memuat sejumlah ketentuan dalam mewujudkan hukum pajak material menjadi sebuah kenyataan. Norma-norma yang terkandung dalam hukum ini, yaitu:

    • Tata cara penyelenggaraan atau prosedur terkait penetapan pada suatu utang pajak.
    • Hak fiskus/pemerintah selaku pengelola pajak untuk mengadakan pengawasan terhadap Wajib Pajak yang berkaitan dengan keadaan, perbuatan, dan suatu peristiwa yang menimbulkan utang pajak.
    • Kewajiban bagi Wajib Pajak untuk dapat menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, serta hak-hak Wajib Pajak, misalnya adalah untuk mengajukan keberatan atau banding yang berkaitan dengan perpajakan.

Pada dasarnya, hukum pajak formal mengatur mengenai mekanisme pelaksanaan dan prosedur yang berkaitan dengan perpajakan. Contoh dari hukum pajak formal ini adalah Tata Cara Perpajakan.

2. Hukum Pajak Material

Sedangkan untuk hukum pajak material ini memuat mengenai norma-norma yang menerangkan keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenakan pajak (objek pajak), tokoh yang dikenakan pajak (subjek pajak), besaran pajak yang dikenakan (tarif pajak), segala sesuatu yang dapat menimbulkan atau terhapuskannya utang pajak, serta hubungan hukum antara Wajib Pajak dan pemerintah. Contoh dari hukum pajak material adalah Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Berkaitan dengan contoh dari jenis hukum pajak formal dan material, pada Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), hukum pajak formal dan material terpisah.

Untuk hukum pajak formal dari kedua jenis pajak tersebut (Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai) mengacu pada Undang-Undang No.6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang telah mengalami perubahan hingga perubahan terakhir pada Undang-Undang No.16 Tahun 2009. Maka, dengan begitu hak dan kewajiban Wajib Pajak yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dapat ditemukan pada Undang-Undang KUP.

Sedangkan untuk hukum pajak material pada jenis Pajak Penghasilan (PPh) terpisah dengan hukum pajak material pada jenis Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Untuk hukum pajak material pada Pajak Penghasilan (PPh) mengacu pada Undang-Undang No.7 Tahun 1983 yang telah mengalami perubahan hingga terakhir kali pada UU No.36 Tahun 2008. Sedangkan untuk hukum pajak material pada Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mengacu pada Undang-Undang No. 8 Tahun 1983 yang telah mengalami perubahan hingga terakhir kali pada Undang-Undang N0.42 Tahun 2009.

Fungsi Hukum Pajak

Berikut ini merupakan fungsi dari adanya hukum pajak, yaitu:

  1. Hukum pajak memiliki fungsi untuk menjadi acuan dalam menciptakan sistem pemungutan pajak yang berlandaskan pada keadilan, efisiensi, dan diatur dengan jelas dalam Undang-Undang yang berkaitan dengan hukum pajak tersebut.
  2. Hukum pajak memiliki fungsi sebagai sumber yang dapat menjelaskan mengenai subjek dan objek pajak yang perlu atau tidak perlu untuk dijadikan sebagai sumber pemungutan pajak demi peningkatan potensi pajak secara keseluruhan.