Apakah Sukuk dapat Potongan Pajak?

Pemerintah telah menerbitkan insentif fiskal pada instrumen investasi. Insentif itu berupa pemangkasan pajak penghasilan (PPh) atas bunga obligasi.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 55 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi.

Awalnya, banyak yang sangsi apakah aturan ini juga berlaku untuk Sukuk. Sebab, Sukuk tidak mengenal bunga. Sementara insentif itu hanya merujuk pada diskon bunga obligasi. 

Obligasi

Menurut PP tersebut, obligasi didefinisikan sebagai surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah, yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan.

Sedangkan Bunga Obligasi adalah imbalan yang diterima dan/atau diperoleh pemegang obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.

Besaran PPh Obligasi

Khusus aturan ini tertuang dalam Pasal 3 PP 55 Tahun 2019. Besarnya pajak penghasilan (PPh) obligasi terbagi dalam empat kategori. Yaitu:

a. bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar: 1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak (WP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;

b. diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar: 1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;

c. diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar: 1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan 2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap, dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan

d. bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksa dana dan Wajib Pajak dana investasi infrastruktur berbentuk kontrak investasi kolektif, dana investasi real estat berbentuk kontrak investasi kolektif, dan efek beragun aset berbentuk kontrak investasi kolektif yang terdaftar atau tercatat pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar: 1) 5% (lima persen) sampai dengan tahun 2020 (tidak dibatasi tahun mulainya); dan 2) 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya. (Sebelumnya pada PP No. 100 Tahun 2013, PPh dimaksud adalah 5% (lima persen) untuk tahun 2014 – tahun 2020; dan 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya).

Lantas bagaimana status Sukuk?

Sukuk adalah obligasi yang berdasarkan prinsip syariah.  

Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia mendefinisikan sukuk sebagai surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah. Sukuk dikeluarkan oleh emiten kepada pemegang obligasi syariah yang mewajibkan emiten membayar pendapatan kepada pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin atau fee, serta membayar kembali dana obligasi saat jatuh tempo.

Dalam PP 55 Tahun 2019 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi memang tidak menyebut secara tegas obligasi konvensional ataupun syariah.

Akan tetapi, merujuk PP Nomor 25 Tahun 2009 yang mengatur tentang kegiatan berbasis syariah menyatakan mutatis mutandis sehingga Sukuk telah tercakup dalam PP 5 Tahun 2019.

Dengan demikian, Sukuk termasuk objek yang mendapat pemangkasan diskon.

Instrumen Sukuk yang imbalannya mendapat keringanan potongan pajak yaitu sukuk yang diperuntukkan untuk Kontrak Investasi Kolektik (KIK) baik untuk pembiayaan infrastruktur, real estate, efek beragun aset, maupun reksadana yang tercatat oleh Otoritas Jasa Keuangan.

Ini artinya, sukuk telah mendapatkan fasilitasi insentif yang setara dengan surat utang negara konvensional.