Apa itu Penghindaran Pajak Berganda (P3B)? Apakah Sama dengan Tax Treaty?

Apakah Anda mengetahui apa itu P3B? apakah persamaannya dengan Tax Treaty? Simak informasinya di sini!

Pajak berganda akan terjadi ketika dalam suatu transaksi lintas batas negara, terdapat lebih dari satu negara yang mengklaim hak pemajakan atas transaksi lintas batas negara tersebut berdasarkan suatu faktor penghubung yang berlaku menurut ketentuan pajak domestik dari masing-masing negara. Konflik antara faktor penghubung tersebut menyebabkan lebih dari satu negara diberikan klaim hak pemajakan atas transaksi ekonomi yang sama. 

Menurut sistem pemajakan domestik di banyak negara, klaim hak pemajakan berdasarkan personal connecting factor menyebabkan klaim hak pemajakan terhadap penghasilan baik yang berasal di dalam daerah teritorial suatu negara ataupun yang bersumber dari luar negara (worldwide income atau universality principle).

Sebaliknya, suatu klaim hak pemajakan berdasarkan objective connecting factor menyebabkan klaim hak pemajakan yang terbatas hanya terhadap penghasilan yang berasal dari suatu negara (limited tax liability atau territoriality principle). Konflik antara kedua faktor penghubung umumnya disebut residence-source conflict dan merupakan salah satu contoh situasi terjadinya pemajakan berganda.  

 

P3B (Penghindaran Pajak Berganda) 

P3B ( Penghindaran Pajak Berganda) atau yang biasa disebut dengan Tax Treaty yaitu perjanjian antara dua negara yang menetapkan wewenang pajak masing-masing negara atas suatu penghasilan/kekayaan. Perjanjian bilateral yang mengatur tentang pembagian hak pemajakan yang diterima/diperoleh warga negara dari salah satu atau kedua negara yang bersepakat.. 

 

Tujuan P3B (Tax Treaty) 

Adapun, tujuan dari Tax Treaty yakni : 

  1. Menghapus atau mencegah terjadinya pengenaan pajak berganda 
  2. Mencegah penyelewengan pajak (pertukaran informasi) 
  3. Memajukan perdagangan internasional (dengan memberikan pengurangan tarif di negara sumber) 
  4. Meningkatkan arus modal 

 

Eliminasi Pajak Berganda 

Tindakan bilateral atau multilateral oleh suatu negara dalam rangka menghilangkan dampak pajak berganda yaitu dengan mengadakan P3B. Dalam konteks P3B, yaitu penghindaran pajak berganda yang dimaksud adalah penghindaran pajak berganda secara yuridis. Yang digunakan untuk kasus transfer pricing, P3B dimaksudkan untuk menghindari pajak berganda secara ekonomis. Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa P3B sebenarnya memiliki tujuan untuk menghilangkan dampak pajak berganda secara yuridis dan tidak bertujuan untuk menghilangkan dampak pajak berganda secara ekonomis. Lalu bagaimanakah cara kerja dari P3B dalam menghilangkan dampak dari pajak berganda? 

Pertama, P3B mengatur tentang alokasi hak pemajakan menurut jenis penghasilannya kepada negara-negara yang menyelenggarakan P3B. Pada umumnya terdapat tiga tipe ketentuan tentang alokasi hak pemajakan tersebut yakni: 

  1. Alokasi hak pemajakan secara eksklusif kepada satu negara, yang memiliki ciri-ciri jika suatu ketentuan di dalam P3B menggunakan kata-kata ‘shall be taxable only. Dalam alokasi ini, tidak ada pajak berganda karena hanya satu negara saja yang bisa memajaki suatu penghasilan. 
  2. Alokasi hak pemajakan diberikan kepada negara sumber dan negara domisili. Negara sumber memperoleh hak pemajakan yang pertama serta negara domisili memperoleh hak pemajakan atas klaim pajak yang tersisa (residual taxing right). 
  3. Alokasi hak pemajakan diberikan kepada negara sumber dan negara domisili. Negara sumber memperoleh hak pemajakan yang pertama, tetapi dengan pembatasan tarif pajak. Lalu selanjutnya, negara domisili memperoleh hak pemajakan atas klaim pajak yang tersisa.   

Langkah kedua, P3B memuat ketentuan mengenai eliminasi pajak berganda dalam kasus alokasi hak pemajakan dalam poin (b) dan (c), yaitu dengan mewajibkan negara domisili untuk mengeliminasi pajak yang telah diklaim oleh negara sumber melalui suatu metode yang disebut metode eliminasi pajak berganda. Pada umumnya, metode eliminasi pajak berganda yang dipergunakan yakni metode pembebasan (exemption method) atau metode kredit (credit method). Pada metode pembebasan, negara domisili diwajibkan agar tidak menerapkan klaim hak pemajakannya untuk penghasilan tersebut sehingga hanya negara sumber saja yang melakukan klaim hak pemajakannya. Sementara itu, dalam metode kredit negara domisili akan tetap melakukan klaim hak pemajakannya berdasarkan worldwide income serta memberikan kredit secara terbatas sebesar jumlah pajak yang telah diklaim oleh negara sumber. Metode kredit memberikan efek residual, yakni klaim hak pemajakan negara domisili bergantung pada seberapa besar klaim hak pemajakan yang dilakukan oleh negara sumber. Semakin kecil jumlah pajak yang diklaim oleh negara sumber maka semakin besar pula klaim hak pemajakan negara domisili. Begitu juga sebaliknya, jika negara sumber menambah klaim hak pemajakannya, semakin kecil klaim hak pemajakan yang diperoleh negara domisili. Terdapat pandangan umum yang berlaku sejak lama bahwa P3B sangat dibutuhkan untuk menghilangkan dampak pajak berganda. Namun, dampak pajak berganda sebenarnya bisa dihilangkan secara unilateral, yakni melalui ketentuan penghindaran pajak berganda yang bisa diterapkan secara sepihak oleh suatu negara menurut ketentuan pajak domestik negara tersebut. 

 

Model P3B 

Pada Perpajakan Internasional, perjanjian penghindaran pajak berganda menjadi salah satu sumber hukum yang dipergunakan pada setiap transaksi. Aspek perpajakannya ditetapkan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam perjanjian penghindaran pajak berganda yang bersangkutan sesuai dengan jenis transaksinya. Setiap negara yang terlibat bisa menyusun tax treaty-nya sendiri berdasarkan model perjanjian yang telah diakui secara internasional. Ada dua model utama perjanjian penghindaran pajak berganda yang digunakan sebagai acuan yakni: 

  • Model OECD 

Model OECD adalah singkatan dari Organization for Economic Cooperation and Development, dengan anggota yang terdiri dari 26 negara. Perjanjian model OECD disusun serta dikembangkan oleh komite yang dibentuk oleh negara-negara OECD khusus untuk memecahkan suatu permasalahan perpajakan yang dihadapi oleh kumpulan negara tersebut. Model OECD dalam tax treaty ini memiliki tujuan untuk meningkatkan perdagangan antara negara-negara yang telah melakukan penandatanganan P3B dengan cara menghilangkan pajak berganda secara Internasional. Dalam model ini, hak pemajakan diusahakan lebih banyak pada negara domisili. Oleh karena itu, perumusan definisi dalam model ini umumnya lebih sempit dari pada model tax treaty lainnya. 

  • Model UN 

Berlatarbelakang pada pergerakan PBB yang mulai memperbarui masalah kepentingan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda akibat tingginya arus modal dari negara maju ke negara berkembang, Sekjen PBB menerbitkan The United Nations Model Double Taxation Convention Between Developed and Developing Countries atau lebih dikenal dengan nama Model UN.  Model UN bertujuan untuk memperluas  tax treaty , yakni dengan cara meningkatkan investasi asing, serta sebagai alat untuk pertumbuhan ekonomi dan sosial dari negara-negara berkembang. Berdasarkan tujuan ini, Model UN menginginkan hak pemajakan lebih banyak di negara berpenghasilan sehingga pada perumusan pasal-pasal, definisinya lebih luas dari pada model OECD.  

Kedua model ini menjadi acuan yang dipergunakan oleh negara-negara yang akan melakukan perjanjian. Indonesia membentuk serta mengembangkan modelnya sendiri yang dikenal dengan nama Model Indonesia. Model ini adalah penggabungan dan pengembangan dari dua model utama. 

 

Syarat Memanfaatkan P3B

Berdasarkan PER-10/PJ/2017 tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, pemungut/pemotong pajak dapat memungut/memotong pajak sesuai dengan ketentuan dalam P3B dengan syarat sebagai berikut yakni: 

  1. Terdapat perbedaan antara ketentuan yang diatur dalam UU Pajak Penghasilan dan ketentuan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda. Pada umumnya, tarif P3B dibuat lebih kecil daripada tarif aturan domestik. Untuk memanfaatkan tarif ini, subjek pajak luar negeri (SPLN) harus menunjukkan Surat Keterangan Domisili (SKD) atau Certificate of Residence. 
  2. Penerima penghasilan bukan subjek pajak dalam negeri Indonesia. Apabila penerima penghasilan adalah subjek pajak dalam negeri, akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21, Pasal 23, atau Pasal 4 ayat 2. Sedangkan menurut undang-undang yang berlaku, pemotongan PPh untuk subjek pajak luar negeri yakni PPh 26 sebesar 20%. Namun, pemberi penghasilan di Indonesia boleh tidak menggunakan pasal tersebut, tetapi menggunakan perjanjian penghindaran pajak berganda ini. Penerima penghasilan merupakan orang pribadi atau badan yang adalah subjek pajak dalam negeri dari negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B. Artinya, hanya negara yang memiliki perjanjian yang bisa memanfaatkan tarif khusus ini. Negara lain di luar perjanjian penghindaran pajak dengan Indonesia tidak bisa memanfaatkannya. 
  3. Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) menyampaikan SKD WPLN yang telah memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan tertentu lainnya. Untuk memanfaatkan tarif P3B ini, SPLN perlu memperlihatkan SKD yang telah memenuhi persyaratan lainnya, seperti menggunakan Form DGT. Ini adalah formulir yang diisi oleh SPLN yang telah menyelesaikan double taxation convention (DTC) dengan Indonesia. Formulir ini wajib dilengkapi dengan benar dan ditandatangani, serta disertifikasi oleh pihak berwenang yang sah atau kantor pajak resmi di negara penerimaan penghasilan sebelum diserahkan ke kustodian Indonesia. 
  4. Tidak terjadi penyalahgunaan P3B 

Ada batasan agar pemanfaatan P3B tidak disalahgunakan oleh WPLN, di antaranya: 

  1. Substansi ekonomi dalam pendirian entitas atau pelaksanaan transaksi.
  2. Bentuk hukum yang sama dengan substansi ekonomi dalam pendirian entitas atau pelaksanaan transaksi.
  3. Kegiatan usaha yang dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebut mempunyai kewenangan yang cukup untuk melakukan transaksi.
  4. Aset tetap dan aset tidak tetap yang cukup serta memadai untuk melaksanakan kegiatan usaha di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B selain aset yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia.
  5. Pegawai dalam jumlah yang cukup dan memadai dengan keahlian serta keterampilan tertentu yang sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan perusahaan.
  6. Kegiatan atau usaha aktif selain hanya menerima penghasilan berupa dividen, bunga, dan/atau royalti yang bersumber dari Indonesia. 
  7. Penerima penghasilan adalah  beneficial owner dalam hal dipersyaratkan dalam P3B.Menurut peraturan yang sama, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar WPLN dianggap sebagai beneficial owner. Bagi WPLN orang pribadi, tidak bertindak sebagai Agen atau Nominee. Sedangkan Bagi WPLN badan, tidak bertindak sebagai Agen, Nominee, atau Conduit. Persyaratan WPLN badan ini agar dianggap sebagai beneficial owner adalah: 
    • Mempunyai kendali untuk menggunakan atau menikmati dana, aset, atau hak yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia 
    • Penghasilan badan yang digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain tidak lebih dari 50%. Penghasilan badan yang dimaksud di sini adalah seluruh penghasilan WPLN dengan nama dan dalam bentuk apapun serta dari sumber manapun, sesuai dengan laporan keuangan non-konsolidasi WPLN. 
    • Menanggung risiko atas aset, modal, atau kewajiban yang dimiliki dan tidak mempunyai kewajiban (tertulis maupun tidak tertulis) untuk meneruskan sebagian atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia kepada pihak lain.